Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
BANYAK pertanyaan mengemuka saat konsumen bermaksud membeli properti yang dibangun di atas hak guna bangunan (HGB) dari lahan hak pengelolaan (HPL). Pasalnya saat ini beberapa bangunan bertingkat (high rise building) dibangun di atas lahan HGB dari HPL milik badan usaha milik negara (BUMN).
Amankah konsumen membeli apartemen yang dibangun di atas tanah HGB yang berasal dari lahan HPL? Menurut praktisi hukum properti dan perbankan Juneidi D Kamil, bangunan bertingkat yang dibangun di atas lahan HGB yang berasal dari HPL relatif aman. Alasannya, HPL merupakan aset tanah milik negara yang dikuasakan pengelolaannya kepada badan-badan pemerintah yang ditunjuk.
"Bila terdapat permasalahan atas HPL termasuk kepada hak-hak atas tanah yang diperjanjikan dengan pihak ketiga, pemegang HPL tentu saja akan mempertahankan kepentingan hukumnya atas HPL serta hak-hak atas tanah yang terbit di atasnya," ujar Juneidi. Meskipun demikian terdapat beberapa HPL yang diterbitkan masih mengandung persoalan hukum.
Karena itu, ia menyarankan konsumen properti terus mencari informasi terlebih dahulu sebelum membeli properti. Pastikan asal persil HGB tergolong yang langsung dikuasai negara atau yang berasal dari HPL.
Pernah terjadi kasus sengketa antara perhimpunan penghuni dengan PT DP selaku pengembang apartemen MDC yang merugikan konsumen properti. Kasus ini berawal saat 147 pemegang unit setifikat hak milik atas satuan rumah susun (SHMSRS) yang tergabung dalam Perhimpunan Penghuni (Perhimni) MDC ingin memperpanjang HGB tanah bersama pada Maret 2006.
Dalam kasus itu, lanjut Juneidi, tidak terdapat keterbukaan pengembang terkait status lahan HGB yang dimilikinya. HGB itu sebenarnya berasal dari HPL milik pemerintah daerah tetapi tidak diinformasikan secara jelas kepada konsumen. Permasalahan semakin bertambah karena ada kekeliruan dalam penerbitan HGB yang dilakukan oleh instansi yang berwenang.
"Selain mencari informasi itu, konsumen yang bermaksud membeli properti dari lahan HPL harus memastikan perjanjian pemberian hak itu. Pastikan jangka waktunya, ada atau tidaknya kemungkinan perpanjangan dan pembaharuan hak, serta pembebanan haknya dalam hal dijadikan jaminan kredit," ulasnya.
Konsumen properti akan aman dan terlindungi bila terdapat kemungkinan perpanjangan jangka waktu serta pembaharuan jangka waktunya, serta kemungkinan bagi konsumen untuk menjadikan jaminan atas hak atas tanah yang dimilikinya. Beberapa konsumen properti juga pernah mempertanyakan terkait HPL Green Pramuka City yang berdiri di atas HGB yang berasal dari HPL perseroan milik BUMN.
Juneidi menjelaskan bahwa HGB tanah bersama Apartemen Green Pramuka itu berdasarkan informasi yang ada masih dapat diperpanjang dan diperbaharui kembali. Dalam perjanjian antara pemegang HPL dengan pengembang sudah diatur berkaitan dengan kemungkinan itu.
HGB berlaku untuk jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun serta dapat diperbaharui dengan jangka waktu yang sama berdasarkan perjanjian penggunaan tanah antara pemegang HPL dan pengembang. "Artinya, pembeli apartemen Green Pramuka City lebih mendapat kepastian terhadap jangka waktu HGB serta kemungkinan untuk perpanjangan serta pembaharuan jangka waktu HGB," tuturnya.
Dengan begitu, Juneidi memastikan konsumen properti tidak perlu khawatir membeli apartemen di atas tanah HGB yang berasal dari HPL. Konsumen hanya perlu memastikan masih terdapat kemungkinan perpanjangan, pembaharuan hak, serta kemungkinan untuk dijadikan jaminan dalam fasilitas KPR/KPA kepada perbankan. (RO/OL-14
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved