Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Subsidi Solar Harus juga Kelar

Tesa oktiana
15/3/2016 07:00
Subsidi Solar Harus juga Kelar
(ANTARA/M Agung Rajasa)

FLUKTUASI harga mi-nyak dunia yang masih di level rendah bisa menjadi momentum untuk memotong kembali subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Beban anggaran negara senilai Rp16 tri-liun yang sulit dijamin bakal tepat sasaran tersebut bisa dialihkan untuk menyokong sumber pendanaan dana ketahanan energi (DKE).

"Ada pemikiran dari pengamat selagi harga mi-nyak turun, saatnya mengurangi subsidi solar," tutur Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Sujatmiko di Jakarta, Senin (14/3).

Ia menuturkan masukan dari berbagai pihak akan menjadi pertimbangan pemerintah untuk mewujudkan wacana itu.

Namun, hingga saat ini pihaknya masih mengkaji besaran subsidi yang dapat dipangkas, dan akan membawa isu tersebut dalam rapat parlemen.

"Ya nanti dengan DPR kita bicarakan lebih lanjut, karena kan kalau subsidi dikurangi, kan ada tambahan dana untuk yang lain," katanya.

Dana dari pemangkasan subsidi solar bisa berpotensi untuk disalurkan ke DKE.

Dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), pemerintah menetapkan total volume solar subsidi mencapai 16 juta kiloliter (kl) senilai Rp16 triliun, atau setiap liter solar disubsidi Rp1.000.

Di kesempatan yang sama, Menteri ESDM Sudirman Said masih enggan mengomentari wacana pemotongan subsidi solar itu.

"Saya tidak mau bicara dulu soal subsidi, yang masih diperjuangkan bagaimana ribuan desa terlistriki," tandas Sudirman.

Sebelumnya, Kementerian ESDM pernah menegaskan DKE tidak akan menyulitkan rakyat dengan melakukan pungutan dari harga jual BBM.

Sumber DKE akan dikelola badan usaha, dan pendanaan diambil dari donor asing yang bersifat tidak mengikat.


Momentum berhemat

Dalam pandangan pengamat energi Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto, wacana pengurangan subsidi itu bisa dilakukan saat ini.

"Tren penurunan harga minyak dunia masih akan berlanjut. Makanya ini momentum tepat memangkas (subsidi). Pemerintah dan DPR harus bekerja sama merealisasikan wacana itu, jangan ada nuansa politis," ujar Pri saat dihubungi, Senin (14/3).

Menurutnya, langkah menghilangkan subsidi terbilang signifikan untuk menghemat pengeluaran negara.

"Ada Rp16 triliun yang bisa dihemat. Itu signifikan di tengah penerimaan negara yang tidak begitu cemerlang."

Pun upaya mengalihkan dana itu untuk DKE menjadi hal yang positif.

"Bisa juga dialokasikan ke sektor yang krusial, seperti infrastruktur."

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha menekankan penghapusan subsidi solar harus disertai syarat evaluasi berkala terhadap harga solar.

"Penyesuaian harga solar tetap di bawah pemerintah, bukan diserahkan ke mekanisme pasar. Sebagian dana bisa dialihkan ke DKE, tapi evaluasi harus tetap ada untuk penyesuaian harga solar, paling tidak setiap tiga bulan sekali," ucap Satya.

Saat ditemui di kompleks parlemen, Direktur Niaga dan Pemasaran PT Pertamina (persero) Ahmad Bambang mengatakan, andai kebijakan itu efektif berlaku per 1 April 2016, harga solar tidak akan mengalami perubahan harga minyak dunia yang masih rendah memberi ruang untuk menahan harga jual solar.

"Misal subsidi dicabut Rp1.000 per liter, harga solar tidak akan naik mengingat harga minyak sekarang lagi turun. Tapi kalau harga naik, baru ikut naik," kata Ahmad.

Bahkan, pihaknya berniat mengeluarkan produk baru BBM untuk mesin diesel nonsubsidi, yakni dex lite, yang meminiliki cetane 51, di atas solar subsidi yang hanya berkadar cetane 40 sebanyak 3.000 kiloliter.

"Kalau solar pindah ke dex, bisa kurangi subsidi, untungkan pemerintah," tandasnya. (E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya