Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PEMERINTAH memperluas kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) guna terlibat dalam penanganan bank bermasalah. LPS pun diberi wewenang untukmenempatkan dana di bank yang dianggap bermasalah dengan likuiditasnya.
Hal itu diatur dalam dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2020 mengenai Pelaksanaan Kewenangan LPS. PP itu juga merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah, mengatakan penempatan dana itu juga mensyaratkan adanya jaminan atau agunan dari bank atau pemilik saham pengendali.
Agunan itu bisa berupa aset kredit yang lancar dan profi l risiko kredit yang harus diteliti, kemudian aset tetap.
Jika belum mencukupi, pemilik bank harus menyerahkan pengalihan saham kepada LPS yang tentunya semua agunan itu akan diteliti kembali.
LPS tidak serta-merta langsung menyetujui penempatan dana kepada bank bermasalah. "Skema penempatan dana LPS kepada bank prosesnya sebagai berikut. Pertama, bank menyampaikan permohonan kepada OJK bahwa bank mengalami kesulitan likuiditas," ujar Halim.
Kedua, pemegang saham tidak dapat membantu kesulitan likuiditas bank tersebut. Ketiga, bank itu harus mengajukan permohonan danan ke LPS melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selanjutnya, OJK melakukan analisis kelayakan permohonan bank dimaksud. OJK melakukan pemberitahuan secara tertulis kepada LPS dan Bank Indonesia apabila pemegang saham tidak lagi sanggup menyelesaikan permasalahan likuiditas.
"Pemberitahuan kepada LPS berisikan hasil kemampuan bank untuk melakukan pengembalian dana, dampak permasalahan sistem permasalahan, fotokopi berita tertulis kepada OJK kepada saham pengendali untuk pengembalian dana kepada LPS," tandasnya.
Halim memastikan penempatan dana kepada bank yang berisiko gagal itu bukan untuk melindungi individu yang ada di bank itu, tetapi bertujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Kurang tepat Direktur Riset Center of Reform on Economics (CoRE) Indonesia Piter Abdullah mengkritisi perluasan kewenangan LPS, terutama pada penempatan dana di bank.
"Ini tidak tepat, urusan likuiditas bank bukan tugas pemerintah bukan tugas LPS. Ini sama dengan penempatan dana pemerintah di perbankan membantu likuiditas perbankan yang ujungnya ingin mendorong penyaluran kredit bank," kata Piter saat dihubungi, kemarin.
Menurutnya, setiap lembaga telah memiliki wewenang dan tugasnya masing-masing. Mengatur, mengawasi hingga menyelamatkan bank adalah tugas Otoritas Jasa Keuangan, sementara urusan likuiditas berada di bawah Bank Indonesia (BI).
"Jadi, penempatan dana oleh pemerintah dan LPS kurang tepat kalau ditujukan untuk menjaga likuiditas bank. Urusan likuiditas bank bukan tugas pemerintah atau LPS," tandas Piter.
LPS menyatakan, saat ini pihaknya memiliki likuiditas Rp128 triliun yang dinilai cukup menjadi bantalan dalam menangani bank bermasalah karena terdampak pandemi covid-19. (Ant/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved