Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Murka Presiden kepada Dua Lembaga

Emir Chairullah
03/7/2020 06:20
Murka Presiden kepada Dua Lembaga
Presiden Joko Widodo (tengah) memimpin rapat kabinet mengenai percepatan penanganan dampak pandemi COVID-19 di Istana Merdeka, Jakarta.(ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

AMARAH Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet 18 Juni lalu ternyata juga ditujukan kepada dua lembaga, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).

Dua sumber Media Indonesia yang mengetahui jalannya rapat itu menceritakan bahwa Presiden marah kepada dua lembaga ini karena tidak mendukung kebijakan yang sudah dibuat pemerintah dalam menangani pandemi covid-19. BI dianggap tidak sepenuhnya bersedia menyerap surat utang negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah. Sementara itu, OJK dinilai tidak menjalankan relaksasi kredit kepada debitur perbankan dari kalangan UMKM.

“BI dan OJK dianggap menjalankan kebijakan business as usual dalam penanganan covid-19. Makanya dalam rapat tersebut Presiden bilang ‘Bisa saja, membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle’,” ungkap salah satu sumber.

Dari penelusuran Media Indonesia, peran OJK dalam menyampaikan data nasabah yang memperoleh data restrukturisasi kredit amat krusial untuk pencairan subsidi bunga oleh pemerintah. Akibatnya, meski restrukturisasi telah dilakukan, pencairan anggaran subsidi bunga yang dibutuhkan UMKM dan perbankan berjalan lambat.

Adapun BI sempat berbeda pendapat dengan pemerintah soal penyerapan surat utang negara oleh BI dengan mekanisme dan bunga khusus. Meski BI bisa menyerap surat utang di pasar negara, suku bunga yang diberikan tidak jauh berbeda dengan pasar.

Konsep berbagi beban yang disampaikan Presiden pada rapat kabinet 3 Juni ternyata tidak memperoleh kemajuan berarti hingga rapat digelar pada 18 Juni lalu sehingga Presiden pun marah.
Kemarahan itu saat ini membuahkan hasil dalam percepatan implementasi  program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Bank Rakyat Indonesia (BRI), misalnya, per 30 Juni lalu melaporkan telah berhasil menerima pembayaran subsidi bunga bagi 214 ribu debiturnya. Adapun BI dan Kementerian Keuangan saat ini dalam proses finalisasi berbagi beban antara pemerintah dan bank sentral dalam pembiayaan program PEN.

Dihubungi secara terpisah, pejabat OJK dan BI tidak bersedia berkomentar lebih jauh mengenai kemarahan Presiden itu.

Suntikan modal kerja

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mengingatkan lambatnya implementasi program PEN melalui perbankan dapat menyebabkan permintaan restrukturisasi membengkak.  

Ketua Umum Kadin Rosan P Roeslani mengatakan total debitur yang mengajukan restrukturisasi kepada perbankan mencapai Rp1.350 triliun atau 25% dari total kredit perbankan sekitar Rp5.700 triliun. Saat ini, yang sudah di­setujui restrukturisasinya sekitar Rp695 triliun.

“Kalau tidak ada langkah konkret dan implementasinya lambat, angka ini bisa berkembang menjadi level 40% hingga 50 % dari total lending perbankan. Jadi bisa Rp2.500 triliun sampai Rp2.800 triliun akhir tahun ini,” ujar Rosan saat jumpa pers se­usai rapat dengan OJK di Jakarta, kemarin.

Rosan menilai, proses restrukturisasi akan lebih optimal bila ada suntikan modal kerja dari perbankan dan penjaminan.

Hal itu butuh diimplementasikan dengan cepat. Bila lambat, akan berdampak pada kelumpuh­an usaha yang permanen. (Mir/Des/E-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya