PEMULIHAN sektor riil akan menjadi tantangan terbesar pemerintah di era tatanan kenormalan baru (new normal) pascapandemi covid-19.
Pemerintah harus bisa meningkatkan konsumsi masyarakat dengan stimulus yang tepat dan cepat guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Demikian benang merah dari diskusi virtual yang digelar The Habibie Center, kemarin.
“Tantangan terbesar pemerintah sebetulnya di sektor rill. Ekonomi kita sifatnya masih ditopang oleh konsumsi. Pendekatan demand side lebih menentukan daripada supply side, terutama di kondisi pandemi covid-19 ini,” papar Dewan Pakar The Habibie Center, Umar Juoro, dalam diskusi tersebut.
Kecepatan pemulihan sektor riil pun, sambungnya, juga bergantung pada paket kebijakan stimulus yang dikeluarkan pemerintah, termasuk kecepatan eksekusinya.
Di kesempatan yang sama, Ketua Institut Demokrasi dan Ekonomi The Habibie Center Firmanzah menyebut pemulihan ekonomi bukan sesuatu yang gampang. Karena itu, prosesnya harus berjalan secara perlahan dan bertahap (gradual).
“Pemulihan ekonomi pascapandemi covid-19 akan berjalan gradual, baik dalam konteks makro, mikro, dan masyarakat. Persoalannya ialah seberapa cepat prosesnya. Maka itu, kebijakan yang diambil harus berbasis data dan keilmuan,” urainya.
Ia pun berpandangan pemerintah harus segera merelokasi anggaran ke sektor-sektor yang bisa mempercepat pemulihan ekonomi, terutama di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pasalnya, UMKM berperan penting bagi ekonomi domestik.
Restrukturisasi kredit
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merestui langkah pemerintah menempatkan uang negara di bank umum dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional. Langkah itu diharapkan dapat mendorong bergeraknya kembali sektor riil.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mencatat, sampai dengan 15 Juni 2020, restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai Rp655,84 triliun dari 6,27 juta debitur.
Untuk sektor UMKM, nilai restrukturisasi mencapai Rp298,86 triliun yang berasal dari 5,17 juta debitur.
Adapun untuk non-UMKM, realisasi restrukturisasi mencapai 1,1 juta debitur dengan nilai restrukturisasi sebesar Rp356,98 triliun.
“Berdasarkan monitoring data mingguan, pertumbuhan nilai restrukturisasi kredit dan jumlah debitur cenderung melambat. Ini menandakan mulai membaiknya sektor riil,” ucap Anto, kemarin.
Di kesempatan tepisah, EVP Restrukturisasi dan Penyelesaian Kredit Bank Rakyat Indonesia (BRI) Bustomi melaporkan, sampai saat ini BRI sudah merestrukturisasi kredit terhadap 2,6 juta debitur dengan outstanding senilai Rp160,52 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar 99% debitur merupakan nasabah UMKM.
“Prinsip dasarnya para nasabah ini diberi kesempatan restrukturisasi kredit agar bisa melakukan bisnisnya dan bisa eksis di masa pandemi covid-19 sehingga bisa kembali membayar kredit pascapandemi. Manfaatkan sebisa mungkin stimulus ini,” ungkapnya. (Des/E-2)