Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.
Mata uang ialah salah satu simbol kedaulatan negara yang turut menggulirkan roda perekonomian sebuah bangsa. Terus apa jadinya bila sebuah mata uang sebagai alat tukar resmi tidak lagi dipercaya dan dipandang berharga?
Itulah yang kini dihadapi masyarakat Zimbabwe. Pemerintah negara di bagian selatan Benua Afrika itu telah membebaskan semua transaksi dilakukan dengan sembilan mata uang asing sekaligus.
Perdagangan di Zimbabwe kini bergulir dengan menggunakan dolar Amerika Serikat (AS), dolar Australia, rand, pula, euro, pound sterling, yen, yuan, dan rupee. Para pebisnis lokal dan asing kini lebih berperan sebagai pedagang valuta asing (valas) ketimbang berdagang komoditas atau menjadi investor.
"Semua mata uang itu dipakai untuk perdagangan," ujar Gubernur Bank Sentral John Mangudya, seperti dilansir CNN.com, Senin (29/2).
Kini 50% aktivitas perdagangan Zimbabwe dilakukan pebisnis asal Tiongkok dan Afrika Selatan. "Kami mengizinkan perdagangan dengan mata uang mereka sebagai mitra dagang terbesar," tuturnya.
Sebenarnya, mata uang cadangan resmi Zimbabwe ialah dolar AS. Namun, mereka juga tidak menyingkirkan mata uang lain, seperti yuan dan rand. Pedagang kaki lima di Harare, ibu kota Zimbabwe, mengutamakan dolar AS, tetapi juga menerima mata uang lain.
Di wilayah Zimbabwe yang berbatasan dengan Afrika Selatan dan Botswana, mata uang yang populer ialah rand, pula, dan euro. Namun, nilai rand, mata uang Afrika Selatan, menurun seusai terdepresiasi 30% tahun lalu.
Pada prinsipnya, masyarakat Zimbabwe menerima mata uang apa pun selama nilainya masih menguntungkan.
Krisis mata uang Zimbabwe dimulai pada 2000 ketika pemerintah menerapkan reformasi secara besar-besaran. Kombinasi dijatuhkannya sanksi internasional serta hilangnya kepercayaan diri terhadap ekonomi dalam negeri membuat dolar negara itu hancur.
Mata uang Zimbabwe dinyatakan tidak berlaku sejak 2015 saat US$1 setara dengan 35 kuadriliun (35 diikuti dengan deretan 15 angka nol di belakangnya) dolar Zimbabwe. Sejak 2014, Zimbabwe juga mencetak uang koin untuk transaksi di bawah US$1.
"Jika ada nilai di bawah itu, kami mengembalikan dengan permen atau pulpen," papar Mangudya.
"Jika saya pesan kopi, saya akan membayarnya sebelum itu dibuat. Karena jika sudah jadi, harganya bisa saja sudah berubah," ujar Shingi Munyeza, pemimpin Vinal Investments, salah satu perusahaan di Zimbabwe. (Andhika Prasetyo/E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved