Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
BANK Indonesia (BI) menyatakan bahwa perlambatan neraca perdagangan Indonesia April 2020 dikarenakan melambatnya permintaan dunia, terganggunya rantai penawaran global, serta rendahnya harga komoditas sejalan dengan dampak pandemi covid-19 yang merebak ke seluruh dunia.
Seperti yang diketahui bahwa defisit US$ 344,7 juta, setelah pada bulan sebelumnya surplus US$ 715,7 juta. Meskipun defisit, secara keseluruhan neraca perdagangan Indonesia Januari-April 2020 tetap surplus US$ 2,25 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya defisit US$ 2,35 miliar.
Baca juga:Sepanjang Pandemi, Pengguna BNI Mobile Banking Meningkat 84%
"Defisit neraca perdagangan April 2020 dipengaruhi defisit pada neraca perdagangan nonmigas dan migas. Neraca perdagangan nonmigas defisit US$100,9 juta pada April 2020, menurun dibandingkan dengan capaian bulan sebelumnya surplus US$1,67 miliar," ungkap Kepala Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko dilansir dari keterangan resmi, Jumat (15/5).
Lebih lanjut, perkembangan tersebut akibat penurunan kinerja ekspor produk manufaktur dan bahan bakar mineral, khususnya batu bara. Kinerja positif ekspor emas, besi dan baja, serta minyak dan lemak nabati dapat menahan penurunan ekspor nonmigas yang lebih dalam.
Sementara itu, neraca perdagangan migas pada April 2020 defisit US$ 243,8 juta, lebih rendah dari defisit pada bulan sebelumnya sebesar US$ 953,3 juta. Penurunan defisit ini terutama dipengaruhi oleh penurunan impor migas sejalan dengan penurunan harga migas.
Baca juga:Pemerintah Diminta Konsisten Mengawal Pembayaran THR
"Ke depan, BI terus mencermati dinamika penyebaran covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia, termasuk neraca perdagangan, serta terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk meningkatkan ketahanan eksternal," pungkasnya. (Des/A-3)
SUMATRA Utara berisiko menghadapi tekanan ekonomi yang lebih dalam jika tren deflasi berlanjut pada Juli 2025.
INFLASI bulanan pada Juni 2025 tercatat sebesar 0,19%, ditandai dengan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 108,07 pada Mei menjadi 108,27.
BPS mencatat deflasi Gabungan Kota Indeks Harga Konsumen (IHK) DIY Mei 2025 sebesar -0,15% (mtm), turun dibandingkan realisasi April 2025 yang mengalami inflasi sebesar 1,67% (mtm).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi sebesar 0,37% pada Mei 2025. Angka ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di April 2025 yang mengalami inflasi 1,17%.
BPS mencatat inflasi Jakarta pada April 2025 sebesar 1,44%, terutama bersumber dari kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, kelompok perawatan pribadi dan jasa
PENURUNAN harga sejumlah komoditas pangan dalam sepekan terakhir membuka potensi terjadinya deflasi di Sumatra Utara pada April 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved