Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
SUMATRA Utara berisiko menghadapi tekanan ekonomi yang lebih dalam jika tren deflasi berlanjut pada Juli 2025. Kondisi ini bisa memperburuk daya beli, menghambat produktivitas sektor pangan, dan melemahkan ketahanan ekonomi daerah.
"Kalau deflasi terus terjadi, petani makin tidak punya daya untuk menanam lagi," ungkap akademisi ekonomi Universitas Islam Sumatra Utara, Gunawan Benjamin, Selasa (1/7).
Pada Juni 2025, Sumut mencatat mengalami deflasi sebesar 0,19%. Sebulan sebelumnya, deflasi lebih dalam terjadi sebesar 0,49%, dan pada Februari 2025 tercatat deflasi 0,09%.
Tren ini, kata dia, menunjukkan tekanan harga yang persistent di sepanjang semester pertama. Selama Januari hingga Maret, pergerakan harga dipengaruhi kebijakan diskon tarif listrik yang menyamarkan potensi inflasi dan deflasi.
Kondisi ini membuat inflasi tertahan pada Januari dan Februari. Sementara itu, potensi deflasi yang muncul di Maret dan April juga tidak sepenuhnya tercermin karena intervensi tersebut.
Jika tidak ada perbaikan pada Juli, Sumut akan mencetak deflasi tiga bulan berturut-turut. Situasi ini memperkuat sinyal lemahnya permintaan domestik di tengah suplai yang tetap.
Harga cabai di konsumen saat ini, menurut Gunawan, hanya sebesar Rp10.000–Rp20.000 per kilogram. Di tingkat petani, harga tersebut hanya separuhnya dan nyaris tidak menutup biaya panen.
Tanpa intervensi, petani akan sulit kembali menanam karena kerugian tidak kunjung pulih. Mereka bahkan terancam tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga sendiri.
Gejala serupa mulai terlihat di sektor peternakan. Harga daging ayam dan telur yang stagnan mempersempit margin keuntungan bagi peternak.
Akibatnya, konsumsi pakan menurun dan pasokan indukan ayam dipangkas. Efisiensi yang terjadi berpeluang memicu pengurangan tenaga kerja secara bertahap.
Selain itu, deflasi memicu risiko inflasi mendadak dalam jangka menengah. Ketika produksi terganggu, suplai yang mengecil bisa menyebabkan lonjakan harga secara tiba-tiba.
Inflasi semacam itu memperparah kondisi daya beli masyarakat. Apalagi saat belanja rumah tangga belum pulih dan masih dalam fase penyesuaian pasca-Lebaran.
Karena itu, dia menilai pemerintah perlu mengambil langkah cepat dalam jangka pendek. Beberapa opsi seperti distribusi bantuan sosial, bantuan pangan dan subsidi transportasi bisa dipertimbangkan.
Namun efektivitas bantuan sangat tergantung pada cakupan penerima dan kuantitas distribusi. Pemerintah juga bisa berperan sebagai pembeli siaga saat harga anjlok.
Langkah ini berguna untuk menstabilkan pasar sekaligus memberi insentif bagi petani agar tetap berproduksi. Mekanisme standby buyer juga bisa menahan tekanan psikologis pasar.
Dalam jangka panjang, Sumut butuh kebijakan struktural untuk meredam deflasi yang tidak perlu. Pembangunan resi gudang dan cold storage bisa menjadi salah satu solusi utama.
Dengan fasilitas penyimpanan modern, petani bisa mengatur waktu jual produk. Hal ini juga memberi ruang bagi intervensi harga saat stok berlebih.
Hilirisasi produk pertanian pun bisa diperkuat, terutama bagi komoditas strategis. Proses nilai tambah mendorong ketahanan harga di tingkat petani.
Pemerintah juga perlu memberi pendampingan dalam pola tanam berbasis proyeksi konsumsi. Keselarasan antara suplai dan permintaan menjadi kunci stabilitas harga pangan.
Jika tidak ada strategi adaptif, Sumut bisa terseret ke dalam spiral deflasi. Dia melihat situasi ini bukan hanya mengancam sektor pertanian dan peternakan, tetapi juga konsumsi domestik dan penciptaan lapangan kerja. (YP/E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved