Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Kamar Oversuplai, Pengusaha Tolak Reklamasi Teluk Benoa

Gabriela Jessica Restiana Sihite
29/2/2016 14:20
Kamar Oversuplai, Pengusaha Tolak Reklamasi Teluk Benoa
(Antara)

PULUHAN masyarakat Bali hingga pengusaha industri pariwisata datang berbondong-bondong menghampiri Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ke kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Mereka datang bukan untuk membawa oleh-oleh khas Bali, tetapi meminta dukungan Menteri Susi soal penolakan reklamasi Teluk Benoa, Badung, Bali.

Ketua Gabungan Industri Pariwisata Bali Ngurah Wijaya secara terang-terangan menolak wacana pengembangan industri pariwisata di Teluk Benoa.

Menurut dia, jumlah hotel di Bali sudah sangat menjamur, bahkan berlebih. Dia mencatat ada sebanyak 130 ribu kamar hotel dan penginapan yang ada di Pulau Dewata tersebut. Namun, kamar yang ditempati wisatawan hanya 50% dari jumlah kamar tersebut.

"Pariwisata Bali sudah dikembangkan secara berlebihan. Saya tidak tahu apa tujuan dari revitalisasi teluk tersebut, tapi itu akan menambah jumlah fasilitas pariwisata lagi," tukas Ngurah di Jakarta, Senin (29/2).

Sambil berdiri berbicara kepada Menteri Susi, Ngurah mengatakan pihaknya sampai menyurati Presiden Joko Widodo. Surat yang dilayangkannya sejak tahun lalu itu meminta Jokowi mempertimbangkan proyek reklamasi Teluk Benoa yang akan dilakukan PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI), Namun, hingga kini, Presiden, kata dia, belum menanggapi surat tersebut.

"Kami minta pertimbangan apakah perlu revitalisasi dengan tujuan pariwisata lagi?" cetus Ngurah.

Senada, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung I Gusti Kade Sutawa menandaskan kondisi industri pariwisata di Bali Selatan sudah sangat oversuplai. Banyak perbankan yang dinilainya sudah tidak ingin memberikan pinjaman untuk membangun pariwiasata di Bali setalan.

Karena keadaan oversuplai tersebut pun, hotel-hotel di Pulau Dewata bagian selatan sangat bersaing hingga membuat perang tarif.

"Harga kamar hotel berbintang di Bali selatan sekarang hanya Rp250 ribu-Rp300 ribu per malam. Itu sangat tidak sehat karena tingkat pengembalian investasi menjadi lama, karyawan menjadi kurang bergairah. Murah itu tidak selamanya baik," kata Kade.

Menurut dia, jika pariwisata dan penginapan terus digenjot di wilayah Bali selatan, bukan hal yang tidak mungkin para wisatawan kabur karena terlalu ramai. Dia menilai pemerintah daerah perlu memerhatikan kondisi pariwisata di Bali bagian utara, barat, dan timur agar terjadi pemerataan.

Presiden Jokowi pun, kata Kade, pernah menyatakan Bali selatan sudah penuh sehingga tidak perlu lagi ditambah tempat wisata.

"Pak Jokowi, dua tahun lalu, pernah mengatakan tourism kills tourism. Bali selatan sudah sangat penuh, itu kata Pak Jokowi. Menurut saya, reklamasi Teluk Benoa tidak perlu lagi karena pariwisata butuh pemerataan," imbuhnya.

Menanggapi keluh kesah masyarakat Bali, Menteri Susi mengatakan saat ini dirinya belum bisa mengambil sikap. Dirinya masih menunggu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk berkoordinasi.

Pendiri Susi Air tersebut menilai pembangunan pariwisata memang harus berkelanjutan dan menjaga eksosistem alam yang ada. Di Bali, kata dia, sudah banyak ekosistem bakan yang hancur. Ditarksirnya sebanyak 60% hutan bakau yang sudah rusak di sana. Kondisi itu sudah dilihatnya dengan mata kepalanya sendiri menggunakan helikopternya.

"Bakau kita itu sumber biota laut. Kalau dibiarkan penjarahan seperti sekarang ini, saya juga tidak setuju. Penjarahan bakau di Teluk Benoa juga sudah luar biasa. Bakau yang hijau cuma depannya saja, yang tengah krowak (berlubang)," tutur Susi.

Di hadapan puluhan tamu dari Pulau Dewata itu, Susi berpesan agar jangan kawasan Teluk Benoa saja yang diperjuangkan. Wilayah bakau atau konservasi perairan lain juga harus diperhatikan. Masyarakat Bali harus membantu pemerintah mengembalikan wilayah konservasi yang sudah terlanjur dibangun agar tidak terjadi banjir ke daratan.

"Jadi harus konsisten ya Pak. Jangan sampai nanti kita mau bikin konservasi, terus bapak-bapak tidak bantu kita untuk membersihkan," pungkas Susi. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya