Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
SELAMA penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah, masyarakat dikagetkan dengan membengkaknya tagihan listrik per bulan. Adapun sebelumnya, PT PLN (Persero) menanggapi meningkatnya tagihan listrik pada masyarakat kemungkinan besar disebabkan meningkatnya pula penggunaan listrik selama work from home (wfh). PLN sekaligus mengonformasi tidak benar dugaan adanya kenaikan tarif listrik.
Namun, salah seorang warga Jakarta Shafina Rahmanida, mengeluhkan tagihan listrik di rumahnya yang melonjak hingga 61,5%. Ia mengaku biasanya setiap bulannya membayar listrik sekitar Rp1,3 juta namun pada bulan April kemarin tagihan mencapai Rp2,1 juta.
“Di rumah memang ramai pemakai listrik, ada 8 orang. Tapi sebenarnya menggunakan listriknya gak terlalu banyak meningkat. Gak beda jauh malah. Tapi kenaikannya tinggi banget 61,5%. Sore ini mau telpon PLN buat konfirmasi,” keluhnya pada Media Indonesia, Selasa (5/5).
Lain lagi dengan Maudy Fitri Hutami yang tinggal di wilayah Bandung Raya. Dirinya memiliki bisnis konveksi di rumah. Namun, selama pemberlakuan PSBB, usaha konveksi milik keluarganya tak beroperasi. Anehnya, bukannya tagihan listrik turun justru malah naik.
“Padahal, usaha konveksi gak jalan, karena pegawainya pulang kampung ke Tasik. Biasanya listrik di rumah aku dan ada yang kerja di konveksi tagihan listriknya sekitar Rp240 ribu. Sekarang tanpa ada yang menjahit malah mencapai Rp260 ribu,” ungkapnya.
Meskipun memang dirinya juga melakukan wfh dan tidak ke kantor. Namun, menurutnya ia lebih sering menggunakan ponsel untuk bekerja ketimbang menggunakan laptop yang harus diisi daya terus.
Menanggapi ini, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, mengatakan kemungkinan PLN memang tidak menaikkan tarif listrik. Karena keputusan menaikkan atau menurunkan tarif listrik membutuhkan kebijakan resmi dari pemerintah.
“Saya percaya tidak ada kenaikan tarif karena kalau naik tarif itu bukan ranahnya PLN langsung tapi juga harus ada regulasi dari regulator. Kalau ini gak ada sama sekli resmi kerputusan resmi dari pemerintah bahwa ada kenaikan tarif,” ujarnya saat ditanya Media Indonesia, Selasa (5/5).
Kemungkinannya, lanjut Tulus, ini memang karena penggunaan listrik yang meningkat sebagai efek dari wfh ini. Ada penggunaan elektronik yang lebih sering daripada biasanya. Selain itu, karena petugas PLN pencatat meetran tak mengecek langsung ke rumah. Lalu konsumen tidak melaporkan meteran terakhir dalam bentuk foto pada PLN menyebabkan perhitungan tagihan dari rata-rata tertinggi penggunaan selama 3 bulan terakhir.
“Jadi saya kira tida bisa dikatakan ada kenaikan tarif. Dugaan saya kalau kenaikannya antara 20-30% itu sebenarnya wajar atau 50%. Tapi kalau 100% baru menurut saya harus konfirmasi ke PLN,” tegasnya. (OL-4)
Masyarakat di sekitar wilayah jaringan diajak aktif peduli lingkungan melalui program tukar sampah dengan internet.
PEMERINTAH membatalkan rencana kebijakan diskon tarif listrik 50 persen tahap kedua untuk Juni-Juli 2025.
Pemerintah berencana kembali menggulirkan program diskon tarif listrik sebesar 50% bagi pelanggan rumah tangga dengan daya di bawah 1.300 volt ampere (VA).
Indonesia diproyeksikan akan menjadi net importer gas fosil pada 2040, hingga dampak kesehatan dan lingkungan yang meningkat di sekitar pembangkit.
Pendidikan kritis soal transisi energi bersih terbarukan pun semakin krusial. Sebab, krisis iklim menjadi tantangan yang akan semakin masif dihadapi generasi muda di masa mendatang.
Pengesahan RUPTL juga menunjukkan komitmen Pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan energi dan transisi energi di Tanah Air.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved