Pupuk Organik Rumput Laut Wujudkan Ketahanan Pangan
MI/Faw
10/2/2015 00:00
Rumput laut(Antara)
KEMENTERIAN Koperasi dan UKM mendorong produksi pupuk organik dari rumput laut. Sebab harganya lebih murah dibandingkan dengan harga pupuk an organik/kimia, seperti urea. Selama ini kendala pupuk organik adalah harganya yang lebih mahal dibandingkan dengan pupuk kimia. Apalagi potensi rumput laut liar, belum dimanfaatkan dengan maksimal oleh pelaku koperas dan usaha kecil dan menengah.
"Potensi rumput laut liar di Batam sebulannya mencapai 2000 ton, yang baru dimanfaatkan hanya 200 ton saja. Peluangnya masih terbuka, apalagi rumput laut ternyata bisa untuk pupuk organik. Kita akan membicarakan dengan instansi terkait masalah ini," ungkap Menkop dan UKM Puspayoga, saat kunjungan kerja ke Koperasi Mitra Budidaya Bahari, Pulau Nipah, Setoko Bulang Batam, Kepri, Senin (10/2). Puspayoga juga mengunjungi sejumlah koperasi dan pelaku UKM di sana.
Menurut Menkop, dari beberapa penelitian yang dilakukan ternyata rumput laut dapat dijadikan pupuk organik. Hal tersebut jelas membawa nilai positip bagi program ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintahan Jokowi-JK. Satu hal yang memiliki nilai tambah adalah harga pupuk organik dari rumput laut itu lebih murah dari pupuk kimia, Untuk satu kilogram pupuk organik dari rumput laut hanya Rp3 ribu. Jauh lebih murah daripada pupuk urea (kimia).
Potensi didepan mata ini, bagi Puspayoga, merupakan anugrah dari Tuhan yang harus diraih dan diberdayakan. Karena itu, dia berjanji akan membicarakan dengan kementerian terkait dan mendorong agar dapat segera direalisasikan. "Kami akan bekerja sesuai tupoksinya, seperti pemberdayaan SDM dan kelembagaannya dari sisi pelaku UKM dan koperasi. Distribusi pupuk saja bisa kok koperasi diberi peran," ungkap Puspayoga.
Pada kesempatan itu, Ketua Koperasi Mitra Budidaya Bahari Wahyudi mengatakan, awalnya di Batam ada lima pemain yang ada di rumput laut. Dari lima pemain tersebut, hanya ada satu koperasi sisanya adalah pengusaha dari Cina, Malaysia dan Jakarta. Namun yang bertahan hingga saat ini hanya dari koperasi saja.
"Kami berdiri pada 2010 dengan jumlah anggota 160 orang dan pendapatan koperasi sebulan antara 20-60 ribu dollar AS. Hasil budidaya rumput laut dan rumput laut liar sebagian besar diekspor ke Cina dan sebagian lainnya ke Jakarta," ujar Wahyudi.
Sarjana Pertanian dari Universitas Andalas,Sumatra Barat ini menambahkan, potensi rumput laut liar di Batam belum tergali maksimal. Apalagi dukungan Pemkot Batam sangat minim, misalnya, kendala permodalan sebenarya bisa diatasi dengan meminjam ke bank. Koperasi tinggal melampirkan syarat adanya HGB ke bank. Sayangnya, untuk mendapatkan legalitas itu perlu uang 'pelicin' yang besarnya tiga kali lipat dari biaya resmi.
"Koperasi tidak mampu, lain halnya kalau pengusaha,cepat sekali legalitas itu turun (HGB)," ungkap Wahyudi di hadapan Menkop UKM Puspayoga. Wahyudi juga berterimakasih kepada Kemenkop dan UKM. Karena pada 2013, koperasinya mendapat bantuan modal sebesar Rp600 juta. Bantuan tersebut sudah dibelikan dua mesin pengering rumput laut dan belasan perahu sampan.