Headline

Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan

Fokus

Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.

2.000 Fintech Ilegal Sudah Ditutup

Dwi Apriani
21/2/2020 18:07
2.000 Fintech Ilegal Sudah Ditutup
Otoritas Jasa Keuangan(Ilustrasi)

SUDAH ada 2000 finacial technology (fintech) ilegal yang ditutup hingga akhir 2019 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerjasama dengan semua anggota dalam Tim Satuan Tugas Waspada Investasi.

Saat ini hanya ada 164 fintech yang terdaftar secara resmi di OJK.

Direktur Hubungan Masyarakat OJK Darmansyah mengatakan, fintech saat ini memang menjadi layanan keuangan atau layanan finansial di Indonesia sudah semakin maju dan menjadi pilihan masyarakat Indonesia.

Kemajuan perkembangan bisnisnya pun meroket saat ini. Bahkan, perkembangan asetnya pun melejit dalam dua tahun belakangan.

"Pada 2018, tercatat aset fintech di Indonesia Rp1,5 triliun. Namun pada 2019 meningkat drastis menjadi Rp3,04 triliun. Naik 96,13 persen atau Rp1,49 triliun. Ini menunjukkan perkembangan fintech di Indonesia sangat drastis," ungkap Darmansyah dalam Pelatihan dan Gathering Media Massa KR 7 Sumbagsel di Yogyakarta, Jumat (21/2).

Darmansyah menyebutkan, menghentikan tumbuhnya keberadaan fintech ilegal di Indonesia memang tidak mudah. Meski tim satgas waspada investasi sudah maksimal melakukan upaya penutupan fintech yang ilegal namun berkat kemudahan membuat aplikasi fintech menyebabkan fintech ilegal pun kembali menjamur.

"Kita bersama tim satgas waspada investasi sudah maksimal mencari dan menutup fintech ilegal. Tapi perlu diketahui, fintech ini ditutup pagi,
sorenya muncul dan sudah ada lagi. Ini karena mendirikan fintech itu sangat mudah. Ibaratnya polisi yang sulit melarang orang untuk mencuri. Tapi sudah dapat, langsung ditindak. Sama seperti fintech ini," ungkap dia.

Darmansyah menuturkan karena mudahnya membuat dan membangun aplikasi seperti ini maka besar kemungkinan potensi pertumbuhan fintech ilegal pun berkembang. Karena itu, tim satgas waspada investasi pun tidak tinggal diam dan terus memantau dan mencari fintech ilegal untuk ditutup.

Langkah ini dilakukan demi keamanan masyarakat Indonesia dalam mendapatkan pelayanan keuangan.

Sementara itu, Kepala OJK Kantor Regional 7 Sumbagsel Untung Nugroho mengatakan, jumlah nasabah fintech di Sumatra Bagian Selatan melejit hingga 527,05 persen sepanjang tahun 2019 menjadi 3,31 juta borrower dibanding tahun sebelumnya yang hanya 529.279 peminjam.

Peningkatan jumlah nasabah itu terjadi 5 provinsi yang ada di wilayah Sumbagsel. ''Borrower Fintech baik di Sumsel, Lampung, Jambi, Bengkulu dan Bangka Belitung (Babel) mengalami pertumbuhan yang sama. Bahkan di Babel tumbuh hingga 621,48 persen,'' katanya.

Untung memaparkan peningkatan jumlah nasabah yang menggunakan pembiayaan dari industri teknologi finansial itu bahkan tercatat di atas pertumbuhan borrower nasional yang sebesar 471,3 persen.

Ia menambahkan pertumbuhan jumlah nasabah itu juga diikuti dengan akumulasi pembiayaan yang disalurkan fintech di mana tercatat sebanyak Rp2,4 triliun atau naik 206,65 persen dari Rp795,24 miliar.

Untung mengemukakan perkembangan fintech di Sumbagsel menunjukkan bahwa mulai terjadi pemerataan pembiayaan di luar Pulau Jawa. Pasalnya, kata dia, selama ini memang fintech lebih banyak terpusat di Jawa, baik itu secara jumlah penyalur dana (lender), borrower maupun akumulasi pendanaan.

Bahkan, kata dia, otoritas mendorong agar komposisi keberadaan lender di luar Jawa dapat minimal 25 persen dari total lender secara nasional.

''Kalau tidak diatur, tujuan fintech memeratakan pembiayaan di daerah-daerah tidak terjamin,'' pungkasnya. (OL-2)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya