Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
YAYASAN Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan selama 2019, produk jasa finansial mendapatkan keluhan terbanyak dari konsumen yang mencapai 46,9%. Menurut Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, keluhan konsumen akan produk jasa finansial disebabkan oleh pengawasan yang lemah oleh regulator, kurangnya itikad baik dari operator, dan literasi konsumen yang masih rendah.
Pengaduan tersebut dilakukan terhadap 5 komoditas di antaranya, bank, uang elektronik, asuransi, leasing, dan pinjaman online. Dengan rincian, 106 pengaduan untuk perbankan, 96 pengaduan pinjaman online, 81 pengaduan perumahan, 34 pengaduan belanja online, dan 32 pengaduan leasing. Sementara itu, total pengaduan konsumen yang masuk selama 2019 mencapai 1.871 pengaduan konsumen.
Baca juga: Perairan Natuna Harus Diramaikan Kapal Nelayan Indonesia
“Secara umum pada tahun 2019 sebanyak 46,9% itu merupakan pengaduan produk jasa finansial. Yang meliputi masalah perbankan, asuransi, leasing, kemudian e-commerce. Jadi produk pengaduan jasa finansial mendominasi dan ini artinya pengawasan oleh regulator masih sangat lemah,” ungkapnya di Kantor Yayasan Laporan Konsumen Indonesia (YLKI), Selasa (14/1).
Lebih lanjut, Tulus menyampaikan, dominasi pengaduan konsumen pada produk jasa finansial sudah terjadi selama 7 tahun belakangan ini. Hal ini terjadi lantaran pengawasan oleh regulator khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih lemah. Masih maraknya pengaduan ini mengindikasikan OJK belum melakukan pengawasan yang intensif pada operator dan pelaku usaha.
“Sudah 7 tahun terakhir keluhan produk jasa finansial ini sekalu dominan. Selkonsuualu menduduki rating 1 sampai 3 terhadap seluruh komoditas pengaduan yang ada,” imbuhnya.
Selain masih lemahnya pengawasan oleh regulator, YLKI melihat literasi finansial konsumen masih rendah. Terutama literasi di bidang jasa keuangan sehingga konsumen kesulitan untuk memahami secara detail informasi mengenai sebuah produk dari jasa finansial tertentu. Seperti hal-hal yang berkaitan dengan teknis produk hingga informasi mengenai benefit yang dijanjikan oleh produk tersebut.
Menurut Tulus, para konsumen tidak membaca secara detail syarat dan ketentuan yang berlaku. Apalagi saat ini tengah marak pinjaman online (pinjol) yang menawarkan kemudahan pinjaman kepada konsumen. Hal ini praktis membuat konsumen banyak yang belum memahami syarat dan ketentuan yang berlaku di pinjol yang mengandalkan teknologi.
“Apalagi sekarang banyak pinjaman online (pinjol), itu praktis konsumen tidak banyak yang memahami syarat dan ketentuan yang berlaku di dalam pinjol. Sehingga pinjol juga menjadi pengaduan tertinggi setelah perbankan,” tuturnya.
Baca juga: Kemendag Dorong Ekspor Produk UMKM ke Timur Tengah
Kemudian penyebab lainnya, masih minimnya edukasi dan pemberdayaan konsumen yang seharusnya dilakukan oleh operator. Operator jasa finansial menurut Tulus hanya piawai memasarkan produk saja. Namun malas untuk memberikan edukasi dan pemberdayaan pada konsumennya. Menurut Tulus, sangat penting bagi konsumen untuk mengetahui product knowledge dari produk finansial tersebut.
YLKI memberikan pandangan untuk memperbaiki layanan produk jasa finansial ini. Regulator produk jasa finansial harus bersinergi dengan lembaga atau pihak lain yang berkompeten dalam melakukan pengawasan. Selain itu, edukasi dan pemberdayaan konsumen pun mutlak dilakukan. Khususnya untuk produk jasa finansial dan produk digital yang saat ini menjadi sesuatu yang mendesak untuk dipahami. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved