Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
PERUM BULOG terus konsisten selama 52 tahun menjadi pelaksana tugas publik pemerintah untuk menjaga ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga pangan pokok.
BULOG juga terus komitmen melaksanakan penugasan dari pemerintah untuk menyerap beras petani dan menyalurkan kepada masyarakat berpendapatan rendah yang menerima manfaat melalui program beras sejahtera (Rastra).
Hal tersebut sesuai dengan cita-cita Presiden Joko Widodo agar bangsa Indonesia dapat mewujudkan kedaulatan pangan di negeri sendiri. “Melalui visi Nawa Cita, Presiden ingin menyampaikan Indonesia harus melaksanakan reformasi agraria guna mewujudkan Indonesia mandiri dan berdaulat, kepentingan petani miskin dan kedaulatan pangan nasional,” ungkap Direktur Utama Perum BULOG Budi Waseso dalam perbincangannya dengan Media Indonesia, di kantornya, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Budi Waseso mengatakan citacita Presiden itu sebenarnya sesuai dengan awal berdirinya BULOG. Awalnya BULOG merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden guna melaksanakan tugas pemerintah dalam bidang manajemen logistik sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Saat BULOG berada di tangan Presiden, BULOG diberi kekuatan mengadakan stok beras dengan menggunakan dana APBN tanpa bunga. Pada 2003, LPND BULOG berubah status menjadi Perusahaan Umum (Perum) BULOG berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum BULOG dan Peraturan Pemerintah No 61 Tahun 2003 tentang Perubahan atas PP No 7 Tahun 2003 pasal 70 dan 71.
Sekarang ini BULOG berada di bawah kendali beberapa kementerian antara lain, Kementerian BUMN, Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian. Dengan begitu, BULOG bekerja berdasarkan hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas).
“Semenjak BULOG menjadi Perum di bawah Kementerian BUMN, kami tidak otomatis melaksanakan pendistribusian serta komersial juga terbatas. Kini jika ada penyaluran beras berupa operasi pasar seperti program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) harus didasarkan dari hasil keputusan rakortas tersebut. Jadi, bentuknya penugasan,” ujar Budi Waseso.
Lantaran sifatnya penugasan, beras yang disalurkan BULOG menggunakan cadangan beras pemerintah (CBP) serta secara faktual untuk pengadaan beras dibiayai oleh BULOG melalui dana pinjaman. Menurut Budi Waseso, guna mengembalikan sejauh mana kebutuhan negara untuk ketahanan pangan, akan lebih kuat BULOG berada di bawah Presiden yang memiliki otoritas penuh. Hal itu pun terjadi di berbagai belahan dunia, bahwa Badan Logistik ada di bawah presiden atau perdana menteri.
“Dengan begitu, jika ada mandat untuk menetapkan harga tertentu pada beras, kekuatannya berada di BULOG. Mafia kartel pun tidak
akan berani bermain,” tutur Budi Waseso.
Namun, untuk mengembalikan ke kondisi semula tersebut, harus mengubah undang-undang dan persetujuan DPR. “Jadi kembali lagi ini tergantung keinginan masyarakat secara keseluruhannnya. Keinginan para pelaksana pembantu presiden secara keseluruhan. Kalau presiden, ingin ketahanan dan kedaulatan pangan bisa tercapai seperti dulu,” jelas Budi Waseso.
Investasi pangan
Untuk mencapai kedaulatan pangan, Budi Waseso menyampaikan, dirinya sempat membahas usulan kepada Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk berinvestasi dan menyimpan cadangan beras pemerintah di negara lain. Hal dilakukan untuk memperkuat pasokan beras pemerintah dalam upaya menjaga ketahanan pangan dalam dalam upaya menjaga ketahanan pangan
dalam negeri.
Usulan itu meniru skema ketahanan Pangan yang sudah lebih dahulu di dilakukan Tiongkok. “Cara Tiongkok intervensi pangan adalah
investasi pertanian di negara lain,” kata Budi Waseso.
Dia menjelaskan model ketahanan pangan memang harus mencontoh negara-negara yang sistem pertaniannya lebih maju. Pasalnya, kesejahteraan petani di Jepang, Selandia Baru, Thailand, Australia, dan Tiongkok lebih tinggi dibandingkan Indonesia.
“Jadi, investasi pangan di negara lain bakal memudahkan pengelolaan pasokan beras BULOG. Sebab, jika tak dibutuhkan, beras tersebut bisa menjadi tambahan ekspor,” terang Budi Waseso.
Bekerja keras
April 2018 lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengangkat Budi Waseso menjadi Direktur Utama Perum
BULOG. Pria yang akrab disapa Buwas itu dipilih untuk menggantikan Djarot Kusumayakti. Budi Waseso yang purnawirawan perwira tinggi Polri itu dinilai cekatan dan diharapkan dapat mengontrol BULOG dengan baik sehingga kestabilan pangan dapat terjaga.
Pria kelahiran Pati, Jateng, 19 Februari 1960, yang sebelumnya sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) itu menjelaskan dalam penugasan untuk penyaluran Rastra, BULOG berperan dalam menstabilisasikan harga pangan, termasuk beras melalui operasi pasar, dengan menggunakan CBP.
“Kami diamanatkan mempertahankan stabilisasi harga di tingkat petani. Kami bekerja keras dari hulu ke hilir untuk konsentrasi terhadap beras yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Kami harus mengantisipasi gejolak-gejolaknya. Kestabilan, ketersediaan, dan keterjangkauan beras untuk rakyat harus kami laksanakan,” ungkap Budi Waseso.
Untuk mengamankan stabilisasi harga tersebut, Budi Waseso melibatkan operasi dengan TNI/ Polri pada sejumlah wilayah untuk memastikan stok beras aman. Untuk mengisi cadangan beras, Budi Waseso memprioritaskan penyerapan gabah lokal ketimbang impor.
“Saya mulai benahi apa yang menghambat, termasuk pendistribusiannya, apa penyerapannya dari dalam negeri, bagaimana kita mengimpor yang betul-betul aman. Harganya tidak mahal sehingga sampai ke masyarakat juga murah gitu lho, jangan justru nanti impor yang malah kita makan,” kata Budi Waseso.
Program BPNT
Budi Waseso menambahkan kemampuan BULOG menyalurkan Rastra selama ini telah terbukti, dengan menjangkau daerah-daerah sulit seperti daerah pegunungan, daerah perbatasan, serta pedalaman dengan medan yang sulit dalam waktu tempuh berhari-hari bahkan lebih dari seminggu. “Dengan jangkauan luas pada 1.450 gudang sampai di pelosok Indonesia, kami berpengalaman untuk penyaluran rastra/raskin,” ujar Budi Waseso.
Tercatat, selama 52 tahun, BULOG sudah menyalurkan beras raskin/rastra rata-rata sebanyak 2.343.759 ton per tahun kepada rata-rata 13.196.898 rumah tangga miskin (RTM) per tahun. Adapun, stok beras BULOG saat ini mencapai 2,5 juta ton dan penyerapannya tetap berjalan.
Namun, kata Budi Waseso, program rastra ini bakal habis pada September mendatang. Program ini berganti jadi program bantuan pangan nontunai (BPNT). Dari stok 2,5 juta ton tersebut, sekitar 700 ton akan dipakai untuk BPNT hingga Desember 2019.
BPNT merupakan bantuan pangan pemerintah yang diberikan untuk keluarga penerima manfaat (KPM) setiap bulan melalui mekanisme akun elektronik dan dipakai hanya buat membeli pangan di e-Warong Kube PKH (Elektronik Warung Gotong Royong Kelompok Usaha Bersama Program Keluarga Harapan), ataupun pedagang bahan pangan yang bekerjasama dengan bank-bank milik pemerintah (Himbara).
Budi Waseso menerangkan Perum BULOG melalui surat edaran Kementerian Sosial ditunjuk untuk penyediaan beras 100% dalam BPNT serta menjadi manajer penyediaan (supplier) pada program tersebut. Dengan demikian, untuk pembagian dan distribusi, semua dikoordinasikan melalui BULOG. Menurut dia, untuk kebutuhan beras BPNT tahun ini mencapai 1,5 juta ton, sedangkan CBP yang disimpan BULOG dalam gudang mencapai 2,5 juta ton.
“Kami yakin BULOG bisa menjalankan fungsi stabilisasi dengan baik. CBP dapat tersalurkan dan BULOG bisa menyerap lebih banyak beras dari para petani karena BULOG sudah mendapatkan jaminan dalam penyaluran beras,” kata Budi Waseso.
Di sisi lain, ujar dia, pihaknya terus berjuang untuk tetap melakukan OP sampai Desember ini. Program pemerintah untuk membantu masyarakat kurang mampu itu diharapkan akan memangkas rantai-rantai pasokan yang menghambat penyaluran beras untuk rakyat.
Budi Waseso juga berharap ke depan BULOG bisa makin maju dan berperan penuh sebagai penyedia barang dalam hal ini pangan, kestabilan pangan, serta keterjangkauan.
“Maka itu, masyarakat harus mendukung dengan cara mencintai produk dan petani Indonesia. Dengan begitu, cita-cita Indonesia
punya kedaulatan pangan untuk mencapai ketahanan pangan, bisa terwujud dan terlaksana,” tutup Budi Waseso. (Try/S5-25)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved