Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Swasta Ajukan 2 Syarat soal Ibu Kota Negara yang Baru

Ghani Nurcahyadi
01/8/2019 17:00
Swasta Ajukan 2 Syarat soal Ibu Kota Negara yang Baru
Diskusi soal Ibu Kota Negara (IKN)(Dok. Ikatan Ahli Perencanaan (IAP))

PENGEMBANG swasta yang tergabung dalam Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) siap mendukung penuh rencana pengembangan Ibu Kota Negara (IKN) baru yang akan dibangun pemerintah di Pulau Kalimantan. Namun asosiasi menuntut adanya dua syarat ini dipenuhi dahulu sebelum berinvestasi di kawasan IKN yang baru tersebut.

Direktur Eksekutif REI, Dhani Muttaqin mengungkapkan kedua syarat itu perlu dipenuhi pemerintah guna menarik investasi swasta. Pertama, pengembang swasta butuh adanya kejelasan bisnis proses pemindahan IKN dari mulai regulasi, aspek legal, aspek budaya.

Apabila perlu, pemindahan IKN tersebut dipayungi langsung dengan undang-undang (UU) sehingga bersifat tetap.

“Harus ada kesinambungan terkait pengembangan kawasan IKN. Jangan sampai nanti setelah lima tahun IKN pindah lagi, padahal swasta sudah masuk di situ,” kata Dhani pada acara Citiestalk yang diadakan oleh Citieslab dan Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia di Jakarta, Rabu (31/7).

Syarat yang kedua, pemerintah perlu menjamin kepastian hukum terhadap seluruh kegiatan pengembangan IKN yang baru seperti kepastian hukum terkait konsensi lahan, urban desainnya, infrastruktur, siapa mitra swasta yang dilibatkan, berapa tahun masa pengembangan, hingga kepastian tata ruangnya mengingat di Kalimantan masih banyak kawasan hutan lindung.

Baca juga : Groundbreaking Ibu Kota Baru Dimulai 2021

Di sisi lain, Dhani juga menyoroti masalah pembiayaan untuk pembangunan IKN. Menurut dia, struktur pembiayaan IKN sangat bergantung dari sektor swasta, baik melalui skema KPBU maupun investasi swasta.

Hal itu karena besarnya kebutuhan pembangunan IKN yang diproyeksikan mencapai Rp466 triliun, atau hampir seperempat dari APBN per tahun sebesar Rp2000 triliun.

“Pemerintah hanya mampu menyediakan anggaran Rp30,6 triliun untuk beberapa tahun, sehingga  perlu keterlibatan swasta. Dari pengalaman swasta khususnya anggota REI yang sudah membangun hampir 33 kota baru (township) di seluruh Indonesia, maka tentu kami sangat siap untuk membantu pemerintah,” ujar dia.

Pengembang misalnya, menurut Dhani, bisa pula membentuk satu konsorsium baik yang bersifat lokal (antar pengembang nasional) yang memiliki pengalaman membangun kota baru, maupun konsorsium internasional melalui jaringan FIABCI.

Selain itu, pemerintah diharapkan menyiapkan juga desain KPBU yang mempertimbangkan tukar guling dengan tetap memperhatikan prinsip value of money.

Kemudian pembiayaan IKN dari APBN penting juga diatur khusus di dalam undang-undang sehingga ada kepastian pembiayaan dalam proyek yang bersifat multiyears.

Sementara untuk mempercepat pembangunan IKN maka pemerintah perlu menyiapkan tanah terlebih dahulu baik melalui lembaga yang ditunjuk negara untuk kemudian mengatur apakah tanah-tanah tersebut dijual atau dikerjasamakan dengan swasta maupun investor
sesuai dengan tata ruangnya.

Baca juga : Pemindahan Ibu Kota Butuh Momen yang Tepat

“Terakhir, pembangunan IKN baru ini idealnya membutuhkan satu institusi atau lembaga khusus yang kuat yang mampu melakukan koordinasi lintas sektoral. Institusi ini bertugas untuk merencanakan IKN sekaligus juga bertindak sebagai master planning dan mencari investor,” usul Dhani.

Salah satu contoh institusi tersebut adalah Iskandar Regional Development Authority, yang bertugas untuk merencanakan, mempromosikan,dan menfasilitasi pembangunan di Iskandar Malaysia.

Di sisi lain, Ketua Umum IAP Bernardus Djonoputro mendorong pemerintah untuk membangun IKN baru berkonsep green. Konsep itu harus dijalankan secara serius.

"Kalau sudah memutuskan masuk Kalimantan semua desain dan kaidah perencanaan harus mem-proteksi dan support Kalimantan sebagai paru-paru dunia. Artinya teknologi ramah lingkungan, carbon foot print harus zero, kita harus atur kelembaban 80%-90% rata-rata bisa ditangani dengan baik. Semua harus memerlukan intervensi teknologi," ujarnya. (RO/OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya