Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

UU UMKM jadi Pintu masuk KPPU Awasi Kemitraan

Muhammad Fauzi
27/5/2019 22:27
UU UMKM jadi Pintu masuk KPPU Awasi Kemitraan
perkebunan sawit(MI/Dwi Apriani)

KOMISI Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dinilai tidak berwenang mengawasi kemitraan inti-plasma yang terjadi di perkebunan kelapa sawit.

Pasalnya dasar hukum yang digunakan oleh KPPU untuk melakukan pengawasan kemitraan inti-plasma di perkebunan kelapa sawit ini sangat lemah.

“Menurut saya, dasar hukumnya kurang kuat karena di UU No 5 Tahun 1999 tidak dibunyikan. Dan di UU No 20 Tahun 2008 pun itu munculnya di PP No 17 Tahun 2013 karena ada kata-kata persaingan usaha,” kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) ingrum Natasya Sirait dalam surat elektroniknya yang diterima Media Indonesia, Senin (27/5).

Menurut Ningrum, dasar hukum KPPU bisa melakukan pengawasan adalah UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam UU itu, kata dia, memerintahkan KPPU untuk mengawasi persaingan usaha antara pelaku usaha dengan pelaku usaha atau antara business to business. Dalam UU No 5 Tahun 1999 tidak diatur sama sekali soal kemitraan.

Soal kemitraan ini diatur dalam UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Di UU No 20 Tahun 2008 ini, tidak menyebutkan adanya lembaga pengawas. Namun lembaga pengawas dinyatakan secara eksplisit dalam PP 17 Tahun 2013 yang merupakan aturan pelaksanaan UU No 20 Tahun 2008.

Baca juga : Limbah Sawit Indonesia bakal Lebih Berguna dan Ramah Lingkungan

Menurut Ningrum, dalam UU No 20/2008 ada kata tentang persaingan. Kata persaingan ini ditafsirkan dalam PP No 17/2013 yang berwenang mengawasi adalah KPPU.

Jadi karena ada kata persaingan, maka ditafsirkan bahwa soal pengawasan persaingan dan pengawasan kemitraan itu menjadi kewenangan KPPU.

Tidak sampai di situ, bahkan dalam PP tersebut juga memberikan kewenangan KPPU untuk mengatur, memaknai pengawasan kemitraan itu melalui peraturan komisi (perkom) KPPU.

Menurut Ningrum, KPPU tidak diberikan kewenangan membentuk peraturan.

Dalam pasal 35 huruf F UU No 5/1999, KPPU hanya diberikan kewenangan membuat pedoman dan publikasi.

“Perlu diketahui bahwa pedoman dan publikasi itu bukan peraturan,” kata Ningrum.

Oleh karena itu Ningrum menegaskan KPPU tidak berwenang melakukan pengawasan terhadap praktik kemitraan di sektor manapun, termasuk di antaranya kemitraan di perkebunan kelapa sawit.

Menurut Ningrum, KPPU hanya bisa melakukan pengawasan terhadap persaingan usaha yang dilakukan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha (business to business).

“Tetapi kalau KPPU masuk ke ranah kemitraan, sementara dalam UU No 5/1999 tidak ada satu pasalpun yang mengatur soal itu (kemitraan), lantas apa dasar hukumnya?,” katanya.

Selama ini KPPU menyatakan PP No 17 Tahun 2013 sebagai dasar hukumnya. “Namun, kalau kita mau buat hirearki dalam perundang-undangan, siapa yang lebih tinggi? PP atau undang-undang?,” tandasnya.

Ningrum sangat tidak setuju apabila KPPU mengawasi kemitraan selayaknya dengan memberikan sanksi sebagaimana terjadi pada kasus yang sifatnya persaingan usaha yang dilakukan business to business. Sebab kemitraan ini sifatnya partnership atau kerja sama.

“Kemitraan itu bukan business to business, itu yang paling penting. Sehingga KPPU tidak bisa menjatuhkan sanksi karena ini bukan persaingan antara yang besar yang dengan yang kecil,” tegasnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya