Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Patut Disyukuri

Mediaindonesia.com
12/4/2019 10:45
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Patut Disyukuri
Deretan gedung bertingkat di kawasan Petamburan, Jakarta, Jumat (8/2/2019). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indones(ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

SELAMA empat tahun lebih memerintah, Joko Widodo dinilai cukup berhasil mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Rosdiana Sijabat, Pengamat Ekonomi mengatakan, pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada 2018 sekitar 5,2% sampai 5,3%.

Rosdiana mengatakan, tantangan pembangunan ekonomi Indonesia ke depan sangat berat, karena faktor internal atau hal-hal yang berasal dari dalam negeri dan juga eksternal.

Faktor eksternal adalah terjadi pelambatan kinerja ekonomi kawasan. “Target pertumbuhan pemerintahan Jokowi cukup optimis, yakni 7%. Tapi semua pertumbuhan ekonomi global melambat. Amerika saja pertumbuhan ekonomi 2,9%. Indonesia tidak terlalu buruk, tapi juga tidak terlalu baik,” Ujarnya dalam diskusi publik bertema “Visi Capres-Cawapres Menjawab Tantangan Ekonomi” di Cikini, Kamis (11/4).

Ia membandingkan, pertumbuhan ekonomi Singapura di tahun 2018 juga hanya 3%. Sementara Vietnam dan Kamboja mencapai 6%. Menurutnya, pertumbuhan 5,2% di Indonesia adalah angka yang patut disyukuri untuk perekonomian yang sedang lesu.

“Sebab faktor eksternal ini tidak bisa 100% kita atur. Di Asia Tenggara terjadi pelemahan permitaan barang dan jasa. Perekonomian global akan menekan perekonomian kita. Jadi siapapun nanti yang terpilih, bagaimana meningkatkan aktivitas ekonomi dari sisi rumah tangga,” tuturnya.

Pada saat yang sama, Usman Kansong, Direktur Komunikasi Politik TKN Jokowi-Ma’ruf mengatakan, meski pertumbuhan ekonomi 5% tidak mencapai target, namun jika melihat perekonomian global maka angka itu patut disyukuri.

“Dibandingkan negara G20, kita di nomor tiga setelah Tiongkok dan India. Kenapa dibandingkan dengan G20, karena size ekonominya besar,” ujarnya.

Usman membandingkan trend pertumbuhan ekonomi sejak pemerintahan SBY yang cenderung turun. Tahun 2010 sekitar 6,38%, tahun berikutnya turun jadi 6,17%, tahun 2012 sekitar 6,03%, tahun 2013 turun ke 5,58%.

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 5% Prestasi di Tengah Ketidakpastian Global
 
“Pada 2014 Pak Jokowi dikasih angka pertumbuhan ekonomi 5,02%. Jadi, memang cenderung turun. Tapi setelah itu, ekonomi tumbuh terus, inflasi terjaga, daya beli seimbang,” jelasnya.

Ia mengatakan, jika harga barang terlalu murah, yang akan dirugikan produsen. Sedangkan jika harga mahal, yang dirugikan adalah konsumen. “Maka harus ada keseimbangan. Di program Jokowi, keseimbangan itu disebut tata kelola pembangunan ekonomi. Program Keluarga Harapan (PKH) adalah  salah satu upaya untuk menstabilkan daya beli,” tuturnya.

Pengamat Politik Emrus Sihombing berpendapat, isu utang selalu disebut dalam politik ekonomi pemerintahan. Menurutnya, tidak ada satupun pemerintahan di Indonesia yang tidak berutang.

“Semua (presiden) membuat utang, hanya sejauh mana utang digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan untuk korupsi. Jangan menggunakan kekuasaan untuk koruptif sehingga utang tidak digunakan dengan baik. Saya berpendapat, tidak ada yang tanpa utang. Kalau utang digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, saya kira tidak masalah,” ujarnya.

Emrus juga berpendapat target pertumbuhan ekonomi yang tidak tercapai sudah cukup beralasan. “Menurut saya, pertumbuhan ekonomi sudah luar biasa 5 persen, karena di sisi lain ada pembangunan infrastruktur dan faktor eksternal,” ujarnya. (RO/OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto
Berita Lainnya