Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
DEPUTI Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengungkapkan untuk menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas, Indonesia harus melakukan shifting, dari kebiasaan masyarakatnya mengkonsumsi hasil impor menjadi penghasil produk ekspor.
"Kalau kita lihat Indonesia harus melakukan shifting. Shifting manufaktur, pariwisata, digital ekonomi. Itu penting," kata Mirza di Gedung Bank Indonesia, Rabu (27/3).
Mirza mengisahkan, Indonesia pernah mencapai pertumbuhan ekonomi di level 7,9% pada 1980-an.
Saat itu, manufaktur menguasai perekonomian Indonesia sebesar 30%. Selain itu, ekspor dan impor Indonesia surplus walaupun CAD masih dalam batas wajar.
"Kemudian memasuki krisis moneter pada 1998. Kita perlu waktu sampai 2004 untuk bisa bangkit," ucap Mirza.
Baca juga: Gubernur BI: Ekonomi 2019 akan Terakselerasi Ketimbang 2018
Mirza melanjutkan, dari 2000 hingga 2010 Indonesia terlena dengan harga komoditas tinggi. Saat itu tiongkok melesat, dan motor ekonomi Indinesia adalah komoditas. Namun, Indonesia lupa untuk membangun manufakturnya sendiri.
Untuk itu, demi mencapai negara berpendapatan tinggi, masyarakatnya harus memiliki skill untuk menciptakan produk yang berkualitas.
"Sekarang manufaktur kita 20%. Kalau kita lihat Malaysia dan Thailand, bagaimana mereka bisa membangun pariwisata dan menjadi sumber devisa serta tenaga kerja. Indonesia sebelum menuju ke teknologi tinggi, harus menjalani proses shifting," tuturnya.
Bank Indonesia sendiri terus berusaha membuat regulasi yang mendukung proses shifting tersebut. Mirza mencontohkan, dari segi digital ekonomi, BI memfasilitasi ecommerce untuk berkembang.
"Harapannya, ecommerce bisa memfasilitasi perusahaan, UMKM, dan eksportir untuk berkembang," tukasnya. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved