Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
TERBITNYA Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rusun Milik yang disusul Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun ditanggapi dengan gugatan ke MA oleh sejumlah pihak. Para penggugat, yaitu Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI), Realestat Indonesia (REI), dan notaris bernama Sutrisno Tampubolon.
Gugatan itu dilayangkan terutama karena Pemprov DKI menerbitkan pergub tanpa payung hukum. Seharusnya peraturan pemerintah (PP) terbit terlebih dahulu sebelum Permen 23/2018 dan Pergub 132/2018. Padahal, UU 20/2011 tentang Rumah Susun Pasal 78 mengamanatkan terbitnya PP sebagai produk hukum untuk mengatur ketentuan mengenai Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun, bukan peraturan menteri.
Merujuk pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Urutan Perundang-undangan diatur bahwa PP seharusnya keluar terlebih dahulu baru diikuti peraturan di bawahnya.
“Jelas sekali, baik permen maupun pergub bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011. Karena itu, seyogianya permen dan pergub kontroversial itu dicabut dan dikembalikan kepada aturan, yakni UU Rusun dan UU Tata Urutan Perundang-undangan,” kata Sekjen P3RSI, Danang S Winata, di Jakarta, Kamis (28/2).
Ia mengaku P3RSI tidak dilibatkan dalam penyusunan permen dan pergub. Danang mengutarakan tiga masalah utama yang menjadi keberatan P3RSI. Masalah tersebut, yaitu ketentuan pengurus harus warga ber-KTP DKI di apartemen tersebut, pergub mengamanatkan tiga bulan setelah diterbitkan semua P3RSI harus melakukan rapat umum luar biasa untuk membentuk pengurus baru, dan ketentuan one man one vote.
Dengan Pergub itu, hak warga dibatasi. Padahal, kewajiban yang ditanggung dan dikeluarkan setiap bulan untuk pemeliharaan gedung berbeda. “Yang punya unit banyak tentu banyak juga kewajibannya, tetapi hak (suara) cuma satu. Mereka diperlakukan tidak adil,” tutur Danang.
Peran pengembang
Ia juga menegaskan dalam pengurusan P3RSI hanya ada pemilik dan penghuni. Karena itu, ia heran dengan maraknya pemberitaan yang menyebutkan ada intervensi pengembang dalam pengelolaan apartemen.
Terkait dengan hal itu, Ketua DPD REI DKI Jakarta, Amran Nukman, menjelaskan peran pengembang hanya sebagai pelaku pembangunan rumah susun. “Kalau sudah terjual, pengembang membangun tower baru atau memikirkan pengembangan di tempat lain. Jadi, kami tidak dapat apa-apa di situ.”
Amran pun mengaku miris membaca pemberitaan yang justru menjadikan pengembang sebagai sasaran ‘tembak’ dalam kisruh di beberapa pengelolaan rumah susun di DKI Jakarta. Isu yang diembuskan itu tidak punya korelasi karena pengelolaan sudah di luar peran pengembang.
Setelah apartemen dijual dan diserahterimakan kepada pembeli, pengelolaan dan lingkungan diserahkan kepada pemerintah daerah dan P3RSI. Sesuai amanat UU, pengembang memfasilitasi pembentukan P3RSI.
“Ada baiknya supaya kesalahpahaman ini tidak berkelanjutan, kami dari REI DKI berharap bisa bertemu Pak Gubernur (Anies Baswedan), duduk bareng untuk memperoleh informasi berimbang secara beradab pula. Kami berharap semua pihak menahan diri sehingga tidak membuat kekisruhan di masyarakat,” harap Amran.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta, Kelik Indriyanto, menanggapi bahwa implementasi Pergub itu sangat mendesak. Alasannya, P3RSI yang memperoleh pengesahan dari Gubernur sejak 1990 masih menggunakan AD/ART yang mengacu pada substansi UU 16/1985 tentang Rumah Susun.
Setelah UU 20/2011, kata Kelik, sampai saat ini belum ada peraturan pelaksana di bawahnya sampai terbit Permen dan Pergub itu. Dengan demikian seluruh pengurus P3RSI yang belum berakhir periodenya harus melakukan pemilihan ulang dengan menggunakan hak suara one name one vote dan harus memenuhi persyaratan sebagaimana Pergub 132/2018. (Try/S-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved