Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
PEMERINTAH berencana menaikkan harga rumah bersubsidi pada tahun ini. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) masih menunggu keputusan Kementerian Keuangan terkait dengan penaikan harga rumah bersubsidi.
Realestat Indonesia (REI) sejatinya meminta pemerintah menaikkan harga rumah bersubsidi dari 3% hingga 7%. Alasannya, harga tanah, bahan bangunan, dan material cenderung naik. Penaikan harga juga menyesuaikan dengan inflasi dan pertumbuhan upah tenaga kerja.
Itu disampaikan Wakil Sekjen DPP REI, Bambang Ekajaya, kepada Media Indonesia, kemarin. Sekitar 80% hingga 85% anggota REI merupakan pengembang perumahan sederhana atau hunian fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) atau rumah bersubsidi.
Mereka bagian dari kontributor untuk program sejuta rumah pemerintah. Kinerja mereka tercatat mampu membangun lebih dari 50% atau sekitar 600 ribu rumah dalam program untuk kalangan bawah tersebut.
Pada tahun ini, REI menargetkan kenaikan pembangunan rumah bersubsidi setidaknya 10% hingga 15%. Apalagi, pemerintah menaikkan target dari sejuta rumah menjadi 1,2 juta pada 2019 sehingga REI harus menyesuaikan dengan target itu.
Sebenarnya, lanjut Bambang, permintaan untuk penaikan harga jual rumah bersubsidi juga langkah demi perbaikan. Selain membantu pemerintah, REI menolong pengembang agar berkontribusi dengan nyaman.
“Kalau marginnya terlalu mepet akhirnya semua orang enggak happy kan. Kita ingin developer bekerja dengan nyaman dan tenang dan berkontribusi dengan porsi yang sewajarnya,” tukas Bambang.
Sekoci penyelamat
Ia mengingatkan beberapa pengembang besar juga turut berkontribusi pada program FLPP di sejumlah tempat. Kebutuhan mereka untuk FLPP di saat kondisi pasar properti yang tidak bagus dianggap menjadi semacam sekoci penyelamat supaya dapat bertahan.
Ia menggambarkan pasar properti saat ini ibarat orang stroke yang perlu istrahat dan perlu melakukan olahraga ringan. Artinya, saat ini pengembang tidak bisa bermain di bisnis berskala masif untuk menghasilkan profit besar melainkan lebih ke upaya agar operasional perusahaan berjalan normal.
"Yang bermasalah itu pasar yang menengah ke atas. Harga rumah di atas Rp500 juta hingga Rp1 miliar yang seharusnya masih bergerak, tetapi saat ini melambat. Ini harusnya kita dorong," ucapnya.
Pemerintah dianggap Bambang telah melakukan berbagai terobosan untuk mendorong pasar properti Tanah Air. Sebut saja, insentif di bidang perpajakan, penghapusan penjualan atas barang mewah (PPnBM) hingga Rp30 miliar, dan aturan kepemilikan asing. Ia berharap semua itu betul-betul diimplementasikan.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PU-Pera Khalawi Abdul Hamid, meyakini penaikan harga hunian bersubsidi tidak akan memengaruhi daya beli masyarakat dan target program pemerintah menyediakan rumah untuk masyarakat. "Setiap lima tahun kita memang mengevaluasi harga rumah utuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)," tutur Khalawi.
Menurutnya, usulan kenaikan harga tahun ini untuk masa transisi 2019-2020, bukan karena ada permintaan dari sejumlah asosiasi terkait saja. Pertimbangannya juga karena harga lahan terus merangkak naik.
“Kami sudah mempertimbangkan pula terhadap keterjangkauan konsumen masyarakat berpenghasilan rendah dengan nilai upah minimum regional yang bertambah setiap tahun," cetus dia. Justru penaikan harga itu diharapkan mampu mendongkrak capaian target perumahan pemerintah. (S-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved