Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Nihil Kebakaran Hutan Akibat Buka Lahan Sawit, Gapki Bersyukur

Cahya Mulyana
06/2/2019 20:21
Nihil Kebakaran Hutan Akibat Buka Lahan Sawit, Gapki Bersyukur
(ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

KETUA Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengungkapkan selama 2018 tidak terdapat laporan kebakaran hutan akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit.

Hal itu menurutnya berkat pencegahan oleh seluruh pihak dan akan terus dilanjutkan.

"Sepanjang tahun 2018, perusahaan perkebunan sawit terus berbenah diri dan bersiaga dalam menjaga terjadinya kebakaran lahan. Hampir tidak ada kasus kebakaran du perkebunan kepala sawit," terangnya pada acara diskusi bertajuk Refleksi Industri Kelapa Sawit 2018 dan Prospek 2019, di Jakarta. Rabu (6/2)

Menurut dia, Gapki dan seluruh anggotanya serta elemen terkait berupaya mencegah kebakaran hutan.

Langkah serupa akan dipertahankan tahun ini dan ke depan agar kegiatan industri kelapa sawit hanya memberikan manfaat dan kesejahteraan semata.

"Gapki dan perusahaan anggotanya terus meningkatkan upaya mencegah terjadi kebakaran Iahan dan hutan (karlahut) di sekitar konsesi dengan pembentukan Desa Siaga Api di berbagai daerah dengan berbagai nama. Pelatihan antisipasi dan mitigasi karlahut juga dilaksanakan di berbagai daerah. Kegiatan ini akan terus ditingkatkan dan dilanjutkan untuk ke depannya," paparnya.

Sementara itu kondisi berbeda terjadi pada harga kelapa sawit dan produk turunannya.

Pasalnya selama satu tahun terakhir terjadi fluktuasi harga yang cenderung menurun di tengah produksi yang melimpah.

Menurut dia, industri sawit Indonesia tetap berjuang dan mengokohkan kuda-kudanya untuk bertahan guna meningkatkan nilai dan harga.

Itu termasuk dengan memperluas pasar ekspor selain Eropa dan Amerika Serikat karena kerap terhambat akibat isu negatif terhadap kelapa sawit.

Meskipun terjadi fluktuasi harga dan masalah lain, kata dia, berdasarkan catatan ekpsor kelapa sawit 2018 untuk jenis minyak mentah (CPO) berikut biodiesel dan oleochemical berhasil membukukan kenaikan sebesar 8% atau dari 32.18 juta ton pada 2017 meningkat menjadi 34.71 juta ton di 2018.

Peningkatan yang paling signifikan secara persentase terjadi untuk penyerapan produk turunan kelapa sawit di dalam negeri yakni FAME untuk biodiesel yaitu sebesar 851% atau dari 164 ribu ton pada 2017 meroket menjadi 1.56 juta ton di 2018.

Baca juga : Eropa Terus Berupaya Matikan Petani Sawit Indonesia

"Peningkatan ekspor biodiesel disebabkan Indonesia memenangkan kasus tuduhan anti-dumping biodiesel oleh Uni Eropa di WTO. Peningkatan ekspor juga diikuti oleh produk turunan CPO (refined CPO dan lauric oil) sebesar 7% atau dari 23.89 juta ton pada 2017 meningkat menjadi 25.46 juta ton di 2018. Ekspor Olechmical juga mencatatkan kenaikan 16% dari 2017 yakni 970 ribu ton menjadi 1.12 juta ton," ujarnya.

Kondisi sebaliknya untuk produk CPO membukukan penurunan sebesar 8% atau dari 7.16 juta ton pada 2017 menurun menjadi 6.56 juta ton di 2018.

Penurunan ekspor CPO menunjukkan bahwa lndustri hilir sawit Indonesia terus berkembang sehingga produk dengan nilai tambah atau produk turunan lebih tinggi ekspornya dibandingkan dengan minyak mentah sawit.

Sementara itu harga rata-rata CPO tahun 2018 tercatat USD595.5 per metrik ton atau menurun 17% dibandingkan dengan harga rata-rata tahun 2017 yaitu USD714.3 per metrik ton.

Penurunan harga yang cukup signifnkan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara Iain melimpahnya stok minyak nabati dunia termasuk minyak sawit di Indonesia dan Malaysia, perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat, daya beli yang Iemah karena perlambatan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara tujuan ekspor, dan beberapa regulasi negara tujuan ekspor juga turut andil dalam penurunan harga.

"Rendahnya harga minyak sawit global ikut menggerus nilai devisa yang dihasilkan meskipun secara volume ekspor meningkat. Nilai sumbangan devisa minyak sawit Indonesia pada tahun 2018 diperkirakan mencapai USD 20.54 miliar atau menurun 11% dibandingkan dengan nilai devisa tahun 2017 yang mencapai USD 22.97 miliar.

Beralih kepada ekspor minyak sawit khusus CPO dan produk turunannya ke beberapa negara tujuan utama secara year on year terjadi peningkatan khususnya Tiongkok, Bangladesh, Pakistan, negara-negara Afrika dan Amerika Serikat.

Pada 2018, Tiongkok membukukan peningkatan impor mencapai 4,41 juta ton atau naik 18% dibandingkan dengan tahun Ialu sebesar 3,73 juta ton.

Peningkatan impor diikuti Bangladesh 16%, negara-negara Afrika 13%, Pakistan 12% dan Amerika Serikat 3%.

Di sisi berlawanan, penurunan impor minyak sawit Indonesia dibukukan oleh India sebanyak 12% atau menjadi 7,63 juta ton dari 2017 hanya 6,71 juta ton, negara-negara di tmur tengah 9% atau menjadi 1,94 juta ton dibandingkan dengan 2017 yang mencapai 2,12 juta ton dan Uni Eropa 5% atau menjadi 4,78 juta ton dibandingkan 2017 yang mencapai 5,03 juta ton.

"Penyebab turunnya impor India di 2018 sebagai akibat dari kebijakan pemerintah India yang menaikan bea masuk impor CPO 44% dan refined products 54% yang mulai berIaku sejak 1 Maret 2018. Pemberlakuan regulasi ini telah menyebabkan impor minyak sawit India menurun tajam, khususnya di bulan April dan Mei. Keadaan mulai membaik setelah India mengalami perselisihan dagang dengan Amerika Serikat yang berujung pada India melaporkan kasus perselisihan dagang ke WTO dan menaikkan tarif bea masuk kedelai,"pungkasnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya