Headline

Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.

Fokus

Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.

Pengusaha Mamin Keluhkan Masalah Gula Lokal

Andhika Prasetyo
22/1/2019 10:35
Pengusaha Mamin Keluhkan Masalah Gula Lokal
(Ilustrasi -- Dok.MI)

PENGGUNAAN gula kristal rafinasi (GKR) impor untuk industri makanan dan minuman (mamin) masih sulit digantikan gula lokal.

Adanya bakteri pada gula produksi petani dalam negeri, ketersediaan pasokan yang tidak pasti, serta harga yang lebih mahal membuat pengusaha mamin termasuk pengrajin dodol lebih melirik GKR sebagai bahan baku produksi.

Ketua Asosiasi Industri Kecil dan Menengah (IKM) Agro Suyono menjelaskan gula mentah yang telah diolah menjadi gula rafinasi tidak lagi mengandung molasis yakni sampah mikro, bakteri, dan kuman yang kerap menempel di gula.

Dengan hilangnya molasis, produk makanan pun akan mampu bertahan lebih lama.

Suyono menyebutkan, dodol yang menggunakan gula lokal, saat diekspor ke Timur Tengah, akan cepat berjamur dan kedaluwarsa karena adanya molasis.

Pasalnya, perjalanan ke belahan dunia itu bisa mencapai 20 hari. Kondisi panas di dalam kontainer membuat bakteri yang membusukkan makanan lebih cepat berkembang.

“Kita biasa eskpor dodol itu ke Abu Dhabi. Kalau pakai gula lokal, sampai disana pasti jamuran. Jadi, memang gula lokal tidak cocok untuk dodol,” ujar Suyono, yang juga pengusaha dodol Garut, Senin (21/1).

Baca juga: Kementerian ATR Siap Buktikan Keabsahan Luas Baku Sawah

Sementara itu, jika menggunakan gula rafinasi, dodol bisa bertahan dalam waktu yang sangat lama bahkan hingga satu tahun.

Adapun, alasan kedua para pelaku IKM lebih memilih GKR adalah karena ketersediaannya yang pasti.

"Dari Januari sampai Desember stoknya dijamim ada. Sedangkan, jika menggunakan gula lokal, mesti menunggu musim panen. Itu pun pasokannya tidak selalu tersedia," lanjutnya.

Pengusaha juga mengeluhkan persoalan harga. Suyono megatakan harga gula lokal bisa lebih mahal hingga Rp2.000 per kilogram (kg) dibandingkan gula rafinasi.

Tiga poin tersebut, sambung Suyono, menunjukkan bahwa gula rafinasi tidak hanya dibutuhkan pabrik-pabrik mamin besar saja. Para pebisnis IKM pun menjadi pihak yang menggantungkan keberlangsungan usaha pada komoditas tersebut.

Kendati demikian, ia tidak menutup kemungkinan, pada suatu saat nanti, para pengusaha dodol dan mamin lainnya akan berpaling kepada gula hasil tebu lokal.

"Kami tidak antiproduk dalam negeri. Pengusaha siap membeli gula dalam negeri asalkan kualitas dan harganya sudah sama dengan gula rafinasi," tuturnya.

Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Agus Pakpahan mengamini pernyataan Suyono.

Ia mengatakan industri mamin memang membutuhkan gula rafinasi sebagai bahan baku produksi lantaran memiliki tingkat keputihan atau standar International Commission For Uniform Methods of Sugar Analysis (ICUMSA) rendah.

Khusus untuk industri mamin, ia mengakui, keperluan memakai gula impor lebih dikarenakan harganya yang lebih terjangkau. Di samping itu, gula rafinasi diketahui memiliki tingkat ICUMSA di kisaran 45 sehingga akan membuat tampilan produk mamin jauh lebih baik.

Adapun, gula kristal putih memiliki kadar ICUMSA 300 dan gula mentah mencapai 1.200.

"Dalam undang-undang pun, penggunaan gula impor untuk industri mamin telah diamanatkan. Hal ini yang membuat penggunaan gula impor untuk industri mamin sah-sah saja," ucap Agus.

Sementara itu, peneliti muda Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman mengungkapkan akan sangat sulit bagi pemerintah untuk menekan angka impor gula mengingat konsumsi dalam negeri yang sangat tinggi.

Pemangkasan impor gula hanya dapat dilakukan apabila produksi gula dalam negeri sudah mampu memenuhi kebutuhan nasional dengan kualitas baik.

"Jika produksi gula dalam negeri mampu memenuhi atau setidaknya mendekati angka kebutuhan, kebijakan impor gula dipastikan dapat ditekan. Namun untuk saat ini, jika impor gula dikurangi imbasnya akan membuat harga gula di pasaran melambung. Pada akhirnya, konsumen dan unit usaha UMKM yang menggunakan gula sebagai bahan produksi akan menanggung kerugian," jelas Ilman. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya