Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
RENCANA pelaksanaan relaksasi daftar negatif industri (DNI) diharapkan tidak hanya berorientasi pada upaya memasukkan investasi ke Indonesia. Pemerintah perlu juga mempertimbangkan dampak bagi pelaku usaha lain pada sektor yang menjadi terbuka bagi investor asing.
Relaksasi DNI, terutama sektor jasa, berpotensi menambah tekanan current account deficit (CAD) karena Indonesia kini mengalami defisit besar dari neraca jasa. Dari defisit neraca transaksi berjalan triwulan III 2018 sebesar US$8,85 miliar, sektor perdagangan jasa menyumbang US$2,21 miliar.
Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha LPEM UI Mohamad Revindo mengatakan saat ini ada 32 sektor jasa yang masuk daftar usul relaksasi DNI. Di antaranya ialah jasa survei, persewaaan, pengeboran, pengoperasian pembangkit listrik, dan jasa sistem komunikasi data.
“Perlu diseleksi lagi dari 32 sektor jasa, mana yang penting direlaksasi untuk menyehatkan kompetisi dalam negeri, mana yang perlu ditunda. Pemerintah sudah bersedia menunda relaksasi lima sektor terkait UMKM, kenapa sektor jasa tak dikaji lagi,” ujar dia di Jakarta, Selasa (1/1)
Ia mengakui secara konseptual dan dalam jangka pendek, relaksasi DNI untuk asing diharapkan memperbaiki neraca pembayaran karena ada modal masuk dan memperbaiki CAD. Beberapa jasa yang sebelumnya diimpor menjadi tidak diimpor karena berkantor di Indonesia.
“Namun, dalam jangka menengah dan panjang perlu hati-hati. Ada potensi dampak negatif pada neraca pembayaran, yaitu jika keuntungan usaha penanam modal asing dikirim kembali ke luar negeri,” ujarnya.
Faktor persaingan
Peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI Ainul Huda mengatakan pemerintah terlihat mendasarkan putusan mereka merelaksasi DNI dari daftar realisasi investasi milik Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang masih nol.
“Keinginan pemerintah untuk menarik investasi masuk tentu kita apresiasi. Namun, dalam membuat kebijakan harus juga mempertimbangkan aspek lainnya seperti persaingan industri dan keberpihakan terhadap pelaku usaha dalam negeri,” kata Ainun.
Apalagi, banyak pelaku usaha dalam negeri merupakan pelaku UKM yang akan kesulitan bila menghadapi persaingan dengan pemodal asing. “Seperti pelaku usaha pengupasan umbi-umbian, percetakan, jasa survei, jajak pendapat, atau penelitian pasar. Sektor-sektor itu sudah ada pelaku industrinya dan bukan juga sektor yang mendatangkan investasi besar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ainul menyarankan agar pemerintah fokus pada kebijakan ekonomi yang mendatangkan investasi besar dan tidak mengganggu pelaku UMKM.
Sebelumnya, kalangan dunia usaha juga menolak relaksasi DNI yang bisa memukul pelaku UMKM dan dalam negeri.
Ketua Badan Otonom Hipmi Tax Center Ajib Hamdani mengatakan relaksasi DNI cenderung tidak efektif menarik investasi asing. Relaksasi DNI bisa membawa kegaduhan pada pelaku UMKM di Tanah Air.
Pengamat ekonomi dari Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menyatakan relaksasi DNI tanpa aturan lain akan membuat perekonomian berisiko karena menambah tekanan pada defisit neraca pembayaran.
Sebelumnya, Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun mengatakan pemerintah menunjukkan keberpihakan pada UMKM dengan mencabut lima sektor usaha yang sebelumnya masuk daftar relaksasi DNI. (E-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved