Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
SEPANJANG 2018 menjadi tahun paling dinamis bagi sektor properti di Tanah Air. Sejumlah indikator makro seperti nilai tukar rupiah yang melemah, suku bunga melonjak, dan likuiditas di tingkat global yang cukup ketat menjadi tantangan bagi industri properti.
Tantangan itu pun diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan berlanjut pada 2019, mengingat industri properti sangat berkaitan dengan kebijakan makroekonomi dan dinamika ekonomi global. Di tataran makro, pelambatan pertumbuhan ekonomi masih akan terjadi mengingat kondisi global penuh ketidakpastian.
“Tahun depan meski the Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) dapat tekanan dari (Presiden Donald) Trump, arahnya tetap menaikkan bunga. Itu yang menyebabkan likuiditas yang ketat. Sektor properti sangat terkait akan hal itu, yaitu interest rate, inflasi, dan kebijakan pengetatan,”kata Sri Mulyani dalam Property Outlook 2019 di Kompleks Kementerian Keuangan, Jakarta, kemarin.
Meski demikian, pemerintah tidak tinggal diam untuk mendorong industri properti karena memiliki efek berganda terhadap industri lain. Salah satunya upaya memberikan insentif dari sisi perpajakan. Dalam hal ini, Kemenkeu telah menggelar dialog intensif dengan Kamar Dagang dan Industri mencari skema pengenaan pajak yang ideal.
“Kebijakan perpajakan akan sangat menentukan industri properti dari sisi harga karena ada pajak pertambahan nilai (PPN), ketika ditransaksikan dan ada keuntungan, kena PPh (pajak penghasilan). Belum lagi PPnBM bila dengan harga tertentu. Ini kita sadari, karenanya akan kita evaluasi agar tercipta pertumbuhan yang sehat dan sustain serta berkeadilan,” ujarnya.
Di sisi lain, pembangunan infrastruktur yang masif juga menjadi salah satu sarana mendorong industri properti dengan menciptakan konektivitas dan pembangunan sarana dan prasarana publik, seperti sanitasi, air minum, hingga listrik.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, pihaknya sedang menyusun skema baru untuk pembiayaan perumahan khusus bagi generasi milenial bersama Otoritas Jasa Keuangan. Hal itu untuk mendorong generasi milenial sebagai pasar potensial.
Skema itu diproyeksikan bakal mulai dilaksanakan pada 2019, sesuai instruktur Presiden Joko Widodo. Skema baru nanti akan selaras dengan bantuan pembiayaan untuk aparatur sipil negara, TNI, dan Polri yang saat ini tidak bisa mengakses FLPP karena adanya batasan penghasilan.
“Jangan terlena dengan yang Anda dapatkan sekarang karena nilai uang akan menurun. Segera miliki rumah,” kata Basuki.
Optimistis
Di tengah tantangan tersebut, Direktur Pelaksana Sinar Mas Land Dhonie Rahajoe mengatakan, pengembang harus tetap optimistis dalam memasarkaan produknya.
Data yang dihimpun Dhonie bahkan menyebutkan ada pergerakan positif pada subsektor perumahan di industri properti yang juga terlihat dari penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) bank nasional.
“Optimisme itu bisa dilihat bahwa rumah merupakan kebutuhan pokok, lalu saat ini sedang ada bonus demografi yang kita nikmati lewat generasi milenial. Di tengah backlog rumah yang tinggi, tanah di Indonesia terbatas. Jadi, perhatian saat ini adalah soal waktu yang tepat untuk inventasi, konstruksi, dan ekspansi,” kata Dhonie.
Kehadiran sejumlah insentif yang dikeluarkan pemerintah seperti relaksasi LTV juga menjadi angin segar bagi pengembang menghadapi tahun politik di 2019. Tinggal sekarang, pengembang yang harus pintar menekan harga, salah satunya lewat desain rumah yang kompak, tapi tetap fungsional. (S-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved