Seorang peneliti sapi di Fakultas Peternakan Universitas Hasanudin (Unhas) Makasar, Sulawesi Selatan, Prof Ir Sudirman Baco, MSc, PhD hingga kini masih mencari tahu asal usul lahirnya sapi tak bertanduk di tempatnya.
Diceritakan bahwa pada awal tahun 1985 lahirlah seekor bayi sapi tanpa tanduk. Katanya yang kemudian disebut sapi gundul itu, berasal dari indukan sapi Bali betina yang notabene memiliki tanduk.
"Ketertarikaan untuk meneliti muncul saat saya pulang dari Jepang tahun 1998. Di sana saya bicarakan juga tentang sapi itu, ternyata ada kemungkinan bisa menambah keanekaragaman hayati baru. Jadi bukan cacat," katanya saat ditemui Media Indonesia di Unhas, Makasar, Sulawesi Selatan, Selasa (13/10).
Ada dua kemungkinan yang menyebabkan sapi itu terlahir tanpa tanduk. Pertama, terjadi mutasi gen saat proses perkawinan berlangsung sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanduk.
Kedua, ada faktor keturunan dari nenek moyang induk sapi Bali tersebut. Meski menurut Sudirman, dalam sejarahnya tidak pernah ada sapi Bali yang tidak bertanduk.
"Ini baru terjadi di Unhas. Kami akan bekerja sama dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) untuk meneliti genetiknya secara akademik," ucap dia.
Jika nantinya sudah ada hasil penelitian yang membuktikan secara akademis, sapi gundul itu kemudian akan diberi nama sesuai tempat kelahirannya yaitu Sapi Unhas.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir saat berkunjung ke Unhas sempat melongok ke kandang sapi gundul tersebut.
Ia pun berpesan, agar ke depan harus diperhatikan perkembangannya terutama masalah pemberian pangan. Sehingga diharapkan mampu menghasilkan daging berkualitas dengan bobot mencapai 500 kg.
"Kalau bobotnya besar, dagingnya bagus, tentu harga jualnya akan lebih tinggi," paparnya. Berpotensi
Menanggapi hal itu, Sudirman justru masih akan fokus untuk memperbanyak jumlah sapi gundul. Menurut dia, teknologi penggemukan bisa dilakukan menyusul.
Dekan Fakultas Peternakan Unhas itu menyebutkan, saat ini baru ada 12 ekor sapi tak bertanduk di peternakan Unhas. Masing-masing terdiri dari 6 ekor jantan (2 besar, 4 kecil) dan 6 ekor betina (3 induk, 3 anakan).
"Bukan tidak mungkin jumlahnya akan bertambah, tapi sementara tidak dikomersialisasikan. Masih digunakan untuk penelitian," tegasnya.
Meski sebenarnya ada perusahaan yang sudah menawarkan untuk kerja sama ternak sapi gundul, yaitu PT Rumpin di Bogor. Namun hingga kini belum ada kesepakatan bersama mengenai tindak lanjutnya.
Ia hanya berharap, pemerintah maupun masyarakat tahu kalau sapi gundul tidak sama dengan dikebiri. Justru ada beberapa keistimewaan, diaantaranya memiliki daging yang lebih empuk dan sedikit lemak.
"Jepang pun mengakui sapi ini sangat berpotensi. Karenanya, setelah diteliti akan langsung kami daftarkan sebagai keanekaragaman hayati baru sekaligus kami patenkan," pungkasnya. (Q-1)