Sudah Tercekik, Longgarkan Kebijakan Keuangan Ketat
Fathia Nurul Haq
20/9/2015 00:00
(ANTARA/Puspa Perwitasari)
Tekanan terhadap perekonomian dalam negeri kian menjadi, terutama pasca keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) yang menunda penyesuaian suku bunga Federal Reserve (The Fed) yang membuat spekulasi pasar semakin liar.
Kendati sudah demikian tercekik, Bank Indonesia tetap memberlakukan kebijakan keuangan ketat (tight money policy), salah satunya dengan menahan suku bunga acuan Bank Indonesia 7,5%.
"Saya belum melihat langkah dari bank sentral untuk menopang ekonomi kita seperti apa, mereka masih memberlakukan kebijakan tight money policy. Sama dengan memperlambat perekonomian labih jauh," cetus Ekonom PT Danareksa (Persero) Purbaya Yudhi Sadewa dalam dialog Senator Kita di Jakarta, Minggu (20/9).
Menurut Purbaya dalam situasi perekonomian seperti saat ini, kebijakan keuangan ketat berpotensi buruk bagi pertumbuhan ekonomi. Meski Bank Indonesia kerap mengklaim kebijakan itu dimaksudkan untuk mencegah arus modal keluar, menurut Purbaya, apabila laji perlambatan ekonomi tidak dibendung, investor juga akan beralih.
"Karena ketika perekonomian kita melambat lebih jauh investor akan cenderung meninggalkan kita, mereka akan berinvestasi di negara yang pertumbuhannya lebih cepat. Akibatnya walaupun diperketat moneternya, walaupun SBBI kemarin naik, tapi pertumbuhan ekonomi turun, orang keluar, rupiah melemah juga," papar Purbaya.
Purbaya juga membandingkan dengan tahun 1997-1998 dimana BI rate naik 70% dengan harapan ekonomi dapat membaik, "Tapi rupiah malah hancur-hancuran. Ekonomi juga ikut hancur. Jadi mereka harus hati-hati sekarang."(Q-1)