Bank sentral Amerika Serikat sudah menyampaikan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate masih tetap di posisi 0%-0,25%. "The Fed itu sudah sidang dan mereka menyampaikan hasilnya adalah tidak dilakukan perubahan FFR," ungkap Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo usai Shalat Jumat di Pelataran Mesjid Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (18/9).
Padahal semua negara sudah mengantisipasi adanya kenaikan sedikit suku bunga acuan itu dalam setahun terakhir. Namun sesuai data The Fed, pihaknya malah mengeluarkan pernyataan yang cenderung untuk tidak menaikkan bunga saat ini dan akan menaikkan bunga tidak tinggi.
"Kita membaca penjelasan yang ada bahwa mereka malah mengatakan perkembangan terakhir ekonomi AS cukup terpengaruh perkembangan dunia," lanjut Agus. Kondisi ekonomi dunia memang tidak sebaik perkiraan alias cenderung memburuk ketimbang tahun lalu.
Pertumbuhan ekonomi dunia dilihat akan ada di kisaran 3,3%. Peristiwa itu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi AS meski inflasi bisa jadi berdampak pelan tapi belum sesuai target dalam waktu dekat.
Dengan tidak adanya penyesuaian, bulan depan diprediksi tidak ada pertemuan besar dan hingga Desember juga masih sama. Bahkan Agus menyebut pergerakan belum akan ada hingga 2016.
"Kita semua melihat jika dinaikkan mungkin enggak tinggi tapi setelah itu per kuartal akan naik 0,25%," tuturnya. Ekonomi dunia yang terus terpuruk memang direspon berbeda oleh pasar akan tetapi itu tetap menekan ekonomi negara berkembang terutama pada harga komoditi yang penurunan indeks harga ekspornya mencapai 13% hingga 15%, meleset dari prediksi 11%.
Bagi Indonesia yang masih bergantung pada ekspor komoditi itu akan mengoreksi harga komoditi ekspor mencapai minus 15% pada 2015. Kendati demikian, secara umum tren akan baik dengan fundamental yang utama yakni inflasi terkendali dan mengarah sesuai target 4%+-1%.
"CAD (current account defisit) memang masih defisit, itu akan membuat tekanan terhadap permintaan dolar atau valuta asing yang cukup tinggi," lanjut Agus. Ke depan current account menuju kondisi lebih sehat walaupun masih defisit dari minus 4% pada kuartal lalu 2014 sekarang menjadi minus 2%.
Indonesia hanya perlu mewaspadai banyaknya dana asing yang keluar dari pasar modal. Tercatat pada tahun lalu periode Januari-September tahun lalu aliran dana masuk mencapai Rp170 triliun tapi pada periode yang sama tahun ini hanya Rp40 triliun.
"Itu pengaruh ada capital reversed di pasar modal. Ini semua karena masih menunggu perkembangan AS," kata Agus. Dia tidak menampik kondisi itu juga berdampak pada nilai tukar rupiah tapi itu bukan satu-satunya pendorong.
Agus menyebut Indonesia masih memiliki CAD, penggunaan rupiah yang belum menyeluruh digunakan dalam setiap transaksi, sampai kewajiban-kewajiban berjangka waktu yang mesti dibayar. Namun optimis masih dilihat oleh Bank Indonesia karena pertumbuhan kredit hingga Agustus di kisaran 10,9% tumbuh dari bulan Juli di kisaran 9%.
Neraca perdagangan per Agustus juga surplus meski lebih kecil dari Juli karena permintaan impor nonmigas cukup tinggi. Impor yang tinggi itu sendiri komposisinya terdiri dari barang-barang keperluan industri dalam negeri yakni barang modal dan barang setengah jadi yang menandakan ekonomi bergerak.
Pada Agustus lalu kenaikan yang cukup tinggi untuk semen sampai 14% diiringi penjualan sepeda motor. Sampai akhir tahun Bank Indonesia masih berharap pada penyerapan anggaran pemerintah pusat dan daerah lebih banyak lewat berjalannya pembangunan infrastruktur.
Dengan begitu pertumbuhan ekonomi akan sesuai asumsi Bank Indonesia di kisaran 4,7%-5,1%. "Itu baik, karena kalau lihat negara berkembang besar seperti Brasil itu minus 4,5%. Kita butuh optimisme, semua harus melakukan upaya bersama gerakkan ekonomi Indonesia," tandasnya.(Q-1)