Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Target Swasembada Dinilai Tumbuhkan Kartel

Anshar Dwi Wibowo
14/9/2015 00:00
Target Swasembada Dinilai Tumbuhkan Kartel
(Ketua KPPU Syarkawi Rauf--MI/M IRFAN)
KOMISI Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai target swasembada daging pada 2019 tidak realistis. Apabila hal tersebut dipaksakan malah akan menumbuhkan praktik kartel daging.

"Swasembada yang terlalu cepat akibatnya ada kelangkaan. Karena swasembada kan impor dikurangi dan ini enggak diimbangi dengan populasi sapi lokal ya pastinya langka itu," ujar Ketua KPPU Syarkawi Rauf di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (14/9).

Syarkawi mengatakan, pemerintah semestinya bisa belajar dari kegagalan swasembada daging era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia menjelaskan, pada 2009 impor sapi Indonesia masih sekitar 60% namun pemerintah mencanangkan swasembada daging pada 2014.

"Ingin swasembada di 2014 artinya dalam 5 tahun impor daging harus menurun 50%, artinya setiap tahun 10%," katanya.

Pun, Sarkawi menuturkan, permasalahan sapi di Indonesia tergolong kompleks. Masih ada kesimpangsiuran data populasi sapi. Tidak semua sapi yang ada merupakan sapi siap potong. Ditambah, masih ada kebiasan masyarakat yang menjual sapi untuk kebutuhan tertentu semisal ketika anak mau sekolah ataupun hendak melangungkan acara pernikahan.

"Sapi itu bisa saja sebagai saving-nya yang benar-benar dipotong pada saat keperluan anaknya mau sekolah, atau mau nikah dan macam-macam. Nah itu yang harus benar-benar diperhitungkan di dalam statistik sapi," tuturnya.

Di sisi lain, kondisi logistik di dalam negeri menjadi hambatan tersendiri untuk memasok sapi dari luar Jawa guna memenuhi konsumsi di Jakarta dan sekitarnya. Berkaca dari hal tersebut opsi impor tidak bisa dihindarkan. Hanya saja, Syarkawi mengatakan, bisa dikurangi bertahap bukan secara drastis.

"Memang kebutuhan impor masih ada tapi mungkin kalaupun diturunkan penurunannya jangan terlalu drastis. Dilakukan secara bertahap dari waktu ke waktu," ucapnya.

Guna menekan aksi kartel Syarkawi mengatakan, pemerintah mesti melakukan pengawasan yang ketat terhadap para importir sapi yang mendapatkan kuota. Selain itu, melakukan pembenahan data dan meningkatkan pasokan sapi lokal.

"Menutup keran impor sama sekali juga agak sulit karena kebutuhan daging bermacam. Kebutuhan restoran memang agak khusus maka tidak mungkin ditutup impornya sehingga impor itu akan selalu ada. Tinggal porsi dari daging sapi lokal yang harus lebih dominan," ucapnya.(Q-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya