Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
PERUSAHAAN penyedia jasa pertambangan batu bara terintegrasi PT Samindo Resources Tbk (MYOH) mencatatkan kinerja positif dari sisi finansial dan operasional pada periode Januari-September 2018.
Head of Investor Relations Samindo Resources Ahmad Zaki Natsir menyampaikan dari kinerja finansial terjadi peningkatan laba bersih hingga triwulan III 2018, yakni dari US$21,528 juta, atau sekitar Rp301,39 miliar (dengan kurs rata-rata Rp14 ribu), naik 148,8% jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar US$8,65 juta.
Kenaikan laba bersih itu dipicu peningkatan pendapatan pada seluruh aktivitas operasional perusahaan sebesar 31,4% dari US$133,29 juta jadi US$175,2 juta.
“Naiknya volume batuan penutup dan volume pengangkutan batu bara adalah faktor utama yang mendorong naiknya pendapatan dari kedua aktivitas tersebut,” ujar Ahmad melalui keterangan resminya, Rabu (31/10).
Menurut dia, keberhasilan Samindo dalam mendorong produktivitas serta secara bersamaan mengelola efisiensi biaya menjadi faktor utama yang mendorong profitabilitas perusahaan hingga triwulan III 2018.
Awalnya, Samindo menargetkan dapat membukukan laba bersih sepanjang 2018 sebesar US$17 juta.
‘‘Saat ini pencapaian kami telah melampaui target dan kami yakin akhir 2018 kami menutupnya dengan hasil baik,” ujarnya.
Direktur Independen Samindo Resources Ahmad Saleh menambahkan, dari sisi kinerja operasional, Samindo juga menunjukkan tren positif.
Pemindahan lahan atau overburden removal mencapai 39,5 juta bank cubic meter (bcm), naik dari 35,5 juta bcm pada periode sama 2017. Pengangkutan batu bara (coal hauling) juga naik dari 19,9 juta ton menjadi 21,3 juta ton.
“Untuk coal getting (produksi batu bara), terealisasi 6,8 juta ton, lebih rendah dari triwulan III 2017 sebanyak 7,5 juta ton. Ini karena stockpile di tambang Kideco berlebih,” pungkas Saleh.
Adapun dari sisi biaya, tambah Saleh, berbagai program efisiensi yang digalakkan sejal awal 2018 terbukti menahan laju biaya pokok produksi.
Sepanjang Januari-September 2018, biaya pokok produksi mencapai US$138,2 juta, naik 18,9% dari US$116,25 juta dari periode tahun sebelumnya. (Uud/E-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved