Headline
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
ASOSIASI Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (APCASI) mengungkapkan penguatan nilai dolar AS atas rupiah menjadi peluang bagi Indonesia meraih devisa dari ekspor cangkang sawit.
"Masih ada 30% limbah berupa cangkang sawit yang belum bisa diekspor, padahal berpotensi menjadi dolar," kata Ketua APCASI Dikki Akhmar dalam pernyataan tertulis yang diterima Media Indonesia , Selasa (11/9).
Cangkang sawit, jelasnya, merupakan sumber bioenergi kini sangat diminati dan dibutuhkan di pasar Asia, khususnya India, Jepang dan Thailand.
"Kebutuhan di dalam negeri hanya 40%-50% dan itu hanya terbatas untuk industri CPO saja. Sedangkan untuk kebutuhan industri lain masih sangat minim, ada peluang besar untuk ekspor," tuturnya.
Salah satu hambatan ekspor adalah tingginya biaya pajak dan pungutan cangkang sawit, hingga total menjadi US$17 per metrik ton. Sehingga hampir 30% cangkang sawit di beberapa daerah tidak bisa diekspor dan hanya menjadi limbah yang tidak produktif. Biaya mengumpulkan limbah dari wilayah terpencil menjadikan biaya logistik tinggi, akibatnya marjin keuntungan ekspotir sangat kecil.
Ia mengungkapkan, hingga 2017, volume ekspor cangkang sawit telah mencapai 1,8 juta ton dengan nilai devisa US$30,6 juta.
"Kami yakin apabila pajak ekspor diturunkan menjadi tiga dolar AS dan pungutan sawit juga hanya tiga dolar AS, sehingga total biaya ekspor enam dolar AS, maka volume ekspor dapat kami tingkatkan menjadi 2,5-3 juta ton per tahun," tandasnya.
Menurut dia, nilai tersebut mungkin masih belum seimbang dengan pendapatan devisa saat pajak masih di angka US$17, akan tetapi ada nilai intangible
seperti peningkatan penggunaan energi ramah lingkungan, berkurangnya penanganan limbah yang tidak produktif, serta peningkatan ekonomi masyarakat di daerah terpencil.
"Meningkatkan volume ekspor memberikan efek domino pada ekonomi masyarakat daerah perifer secara signifikan seperti bisnis angkutan, tenaga buruh pelabuhan, dan tenaga pengumpul," imbuhnya lagi.
Cangkang sawit ini, lanjut Dikki, sudah punya harga standar internasional yang diterbitkan Argus Media International Corp, sama seperti halnya batu bara, sehingga eksportir bisa kita menentukan harga sendiri.
Saat ini Jepang membutuhkan cangkang sawit untuk menggerakkan dua pembangkit listrik tenaga bio massa. Sementara ke depan negara itu juga menambah lagi tujuh pembangkit dari biomassa. (O-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved