Penurunan Jumlah Nelayan Bagai Dua Sisi Koin

Tesa Oktiana Surbakti
19/5/2015 00:00
Penurunan Jumlah Nelayan Bagai Dua Sisi Koin
Nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara(ANTARA/ZABUR KARURU)

BERDASARKAN data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi penurunan jumlah nelayan mencapai 50% dalam kurun sepuluh tahun. Pada tahun 2003, jumlah rumah tangga penangkapan ikan (nelayan nasional) berkisar 1,6 juta jiwa, kemudian di tahun 2013 menurun drastis menjadi 864 ribu jiwa.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pun menjadikan fenomena itu sebagai catatan penting yang harus diwaspadai pemerintah. "Dalam sepuluh tahun terjadi penurunan drastis. Jujur saya merinding, karena baru pertama kali saya melihat data riil ini. Yang jelas kita harus aware," tutur Susi kepada pewarta Senin (18/5).

Artinya, sambung dia, kehidupan nelayan di Indonesia seolah tak memiliki prospek cerah sehingga terjadi migrasi profesi. Penurunan jumlah nelayan nasional pun diiringi dengan penutupan 115 perusahaan yang memiliki unit pengolahan ikan (UPI) dalam periode yang sama.

Kendati demikian, pengamat perikanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Suhana berpendapat bahwa fenomena jumlah nelayan layaknya dua sisi koin. Terdapat sisi positif sekaligus negatif. "Memang terjadi penurunan jumlah nelayan lantaran banyak yang beralih sebagai petani budidaya ikan. Ada beberapa penyebabnya, seperti cuaca yang tidak menentu sehingga nelayan tak mau ambil risiko. Kemudian bisa saja nelayan mulai sadar bahwa sumber daya ikan di laut mulai habis akibat eksploitasi besar-besaran," jelas Suhana kala dihubungi Media Indonesia, Selasa (19/5).

Peralihan nelayan ke sektor perikanan budidaya sebagaimana yang diutarakan Suhana, seirama dengan data BPS, yaitu adanya lonjakan jumlah rumah tangga budidaya ikan dari 985 ribu jiwa di 2003 menjadi 1,2 juta jiwa di 2013.

Meski penurunan jumlah nelayan dinilai Suhana sebagai fenomena positif untuk menyelamatkan sumber daya perikanan laut yang kian menipis, namun pemerintah patut mewaspadai.

Dengan gencarnya pemberantasan illegal fishing, praktis jumlah nelayan asing yang selama ini semena-mena meraup kekayaan di wilayah perikanan Indonesia (WPI), ikut menurun. Otomatis, kata dia, terjadi kekosongan nelayan di sejumlah wilayah perairan. "Kekhawatirannya ketika nelayan kita sudah tidak ada, lalu kapal-kapal pencuri ikan juga nihil, maka sumber daya perikanan kita yang mulai pulih menjadi sia-sia. Padahal dari situ ekspor kita bisa didongkrak, pertumbuhan ekonomi kita juga bisa membaik," tukas dia.

Suhana mengatakan pemerintah harus mengkatrol kembali semangat para nelayan untuk melaut. Pasalnya dengan zona perairan yang mulai bebas dari praktik illegal fishing, tentu saja menjadi peluang bagi nelayan lokal melaut lebih jauh. Pun dia mendesak pemerintah menguatkan SDM para nelayan agar memiliki kapabilitas yang memadai. Pasalnya, selama ini nelayan lokal "tergencet" kemajuan teknologi berikut budaya nelayan asing.

Di samping peningkatan SDM, pemerintah semestinya turut andil dalam pemberian modal. Menilik kredit perikanan yang mulai gencar digaungkan pemerintah, Suhana tak lupa mengapresiasi upaya tersebut. "Saya kira untuk permodalan pemerintah juga bisa aktif ajak swasta, pasti semakin kuat," cetusnya.  (Tes/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya