Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

RI Negara Terkuat Keempat Se-Asia Pasifik di 2030

Windy Dyah Indriantari
16/7/2018 19:28
RI Negara Terkuat Keempat Se-Asia Pasifik di 2030
(MI/Windy D Indriantari )

HASIL riset Lowy Institute menempatkan Indonesia di peringkat empat dunia dalam indikator tren masa depan. Indikator tersebut memproyeksikan kekuatan ekonomi, militer, dan demografi 25 negara Asia Pasifik pada 2030.

Dengan peringkat itu, Indonesia berada di bawah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India. Kemudian setelah Indonesia terdapat Rusia, Jepang, Pakistan, Korea Selatan, Bangladesh, dan Filipina dalam peringkat 10 besar.

Direktur Program Kekuatan dan Diplomasi Asia Lowy Institute, Herve Lemahieu, mengungkapkan indikator tren masa depan merupakan satu dari delapan indikator utama untuk mengukur kekuatan negara-negara Asia Pasifik saat ini.

Dalam hasil riset yang dipublikasikan Mei 2018 tersebut, Indonesia berada di posisi 10 negara terkuat se-Asia Pasifik.

“Indonesia peringkat keempat dalam tren masa depan karena Indonesia masih tumbuh, lebih cepat ketimbang rata-rata negara tetangga,” tutur Lemahieu menjawab Media Indonesia, ketika menerima delegasi media internasional untuk telaah Foreign Policy White Paper, di Sydney, Australia, Senin (16/7).

Meski begitu, Indonesia termasuk negara dengan performa kekuatan yang lebih rendah ketimbang potensinya. Salah satu penyebabnya, menurut Lemahieu, akibat kebijakan yang berpola ke dalam alias lebih memprioritaskan kebijakan domestik.

"Di bawah kepemimpinan Jokowi (Presiden Joko Widodo), Indonesia kurang tertarik dalam memimpin ASEAN atau menjadikan ASEAN sebagai aktor strategis dalam sudut pandang independen,” papar Lemahieu.

Lalu, ada faktor bahwa Indonesia masih tergolong ekonomi yang mengisolasi diri, kurang terlibat dalam perdagangan dunia. Hal itu menyebabkan, salah satunya, penanaman modal asing relatif rendah jika dibandingkan dengan perekonomian secara keseluruhan.

“Nilai perdagangan internasional juga relatif kecil bila dilihat dari besarnya perekonomian,” ungkap Lemahieu.

Dalam membaca situasi Indonesia, Direktur Project Asia Tenggara Lowy Institute Aaron L Connelly, mengatakan Indonesia dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, tetap terjebak pada tingkat pendapatan menengah, kurang bertumbuh, tetapi relatif terlindungi dari gejolak.global.

Kedua, berani mengambil lebih banyak risiko yang berarti bergerak naik turun seiring pergerakan ekonomi global, tetapi menjadi lebih kaya.

Menurut Connelly, Presiden Joko Widodo membawa Indonesia pada pilihan pertama. Bila itu terus dipertahankan, Indonesia tidak akan mewujudkan potensinya.

“Sangat mungkin Indonesia terus berada pada ekonomi yang di bawah potensial, 10%-20% lebih miskin,” ucap Connelly.

Ia mengkritik kebijakan Jokowi yang terkesan membuat perbaikan dalam kemudahan berbisnis. Padahal, itu hanya menyentuh permukaan.

“Hanya seperti menyediakan listrik di lokasi. Bukan memastikan kontrak terwujud dan terimplementasi. Perusahaan asing enggan datang berinvestasi, termasuk Australia, karena kebijakan Jokowi,” cetusnya.

Lowy institute merupakan lembaga wadah pemikir kebijakan internasional Australia yang bekerja secara independen dan nonpartisan. (X-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ahmad Punto
Berita Lainnya