Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
DAMPAK perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok meluas ke negara mitra dagang. Terhadap Indonesia, AS diketahui mengambil kebijakan proteksionisme dengan mengevaluasi kembali Generalized System of Preference (GSP) untuk beberapa produk Indonesia.
Setidaknya terdapat 124 produk ekspor asal Indonesia yang menjadi sasaran evaluasi GSP di bawah pemerintahan Donald Trump. GSP merupakan kebijakan perdagangan yang memberikan pemotongan tarif bea masuk impor terhadap produk negara asal. Apabila komoditas dari Indonesia dihilangkan dari daftar GSP, produk yang masuk ke AS dikenai tarif bea masuk yang lebih mahal.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengungkapkan pemerintah akan mengirim tim khusus ke AS untuk bernegosiasi. Harapannya agar GPS terhadap komoditas ekspor Indonesia tetap dipertahankan. Salah satu perwakilan tim khusus tersebut berasal dari Kementerian Pertanian mengingat fasilitas GSP terhadap produk pertanian asal Indonesia berpotensi dicabut.
"Kita akan kirim tim ke AS untuk negosiasi supaya fasilitas GSP kita tetap dipertahankan. Kemungkinan akhir Juli berangkatnya. Tapi yang lain saya belum bisa sampaikan yang kaitannya di GSP yang akan di-review itu,," ujar Oke saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Senin (9/7).
Senada, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengatakan selain mengirimkan tim khusus, pemerintah telah berkoordinasi dengan duta besar Indonesia di AS untuk memperkuat negosiasi. Tim khusus yang dimaksud mencakup lintas kementerian atau lembaga (K/L) terkait, mencakup Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertanian.
Menurutnya, kebijakan yang diambil AS berpotensi memukul keberlangsungan dunia usaha yang menyasar pasar Negeri Paman Sam.
"Apa pun GSP yang dipersoalkan AS ini, sekarang kita selesaikan secepatnya. Biarpun ditarik semua (GSP), dari US$20 miliar trade kita dengan AS, paling kita kena (dampak) US$1,7 miliar-US$1,8 miliar. Sebenarnya tidak terlalu besar akibatnya menurut saya. Yang paling penting bagaimana kita mempersiapkan diri, bagaimana membantu pengusaha dengan lebih intensif," terang Sofjan.
Sofjan memandang AS tidak akan gegabah mencabut fasilitas GSP terhadap seluruh komoditas impor asal Indonesia. Menurutnya, pemerintah AS cenderung lebih selektif sebagai strategi proteksionisme. Di satu sisi, dia mengkritisi alasan AS berencana mencabut perlakuan khusus terhadap komoditas asal Indonesia, lantaran kerap mengalami defisit.
Ia juga menekankan AS perlu mengingat berapa besar keuntungan yang diperoleh dari hubungan perdagangan dengan Indonesia. Belum lagi, banyak investor asal AS yang menanamkan modal di Tanah Air.
"Kalau melihat sisi balance-nya, kan AS juga untung. Karena dia banyak sekali masuk ke sini (Indonesia) dengan macam-macam bidang, termasuk investasi. Kalau dibandingkan dengan itu, kita sebetulnya tidak terlalu banyak surplusnya. Ini harus kita kasih tahu. Jangan cuma melihat dari sisi trade-nya saja. Harus dilihat juga investasi AS di sini. Makanya harus kita selesaikan, meski Indonesia bukan prioritas utama AS, melainkan Tiongkok dan negara-negara Eropa," urai Sofjan. (X-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved