SEJUMLAH kendala masih menghambat pengembangan penggunaan energi terbarukan sebagai alternatif sumber tenaga listrik disamping energi fosil.
Di antaranya prasyarat local content dan peraturan pemerintah yang dinilai Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widhya menyulitkan pengembangan energi alternatif.
Kita sudah minta supaya dikembangkan pembangkit-pembangkit yang menggunakan energi alternatif, yang harganya sekitar 13-24 sen per earth hour. Tetapi kenyataannya pesertanya masih belum banyak yang ikut serta dalam tender. Artinya ini kurang diminati," ujar Satya.
Satya mencontohkan dalam tender pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya, peserta tender disyaratkan memenuhi kuota tertentu penggunaan local content. Hal tersebut menyebabkan hanya sedikit yang bisa mengikuti tender, sehingga tendernya dimonopoli oleh satu perusahaan saja.
Kendalanya, ketika perusahaan pemenang tender terbukti tidak mampu menyelesaikan, proyeknya menjadi mangkrak.
"Pemenangnya itu selalu PT LEN, yang dari Bandung itu. Tapi karena dia terus yang menang, maka dia sendiri menyatakan tidak sanggup. Kita perlu perangsang supaya tender bisa diikuti oleh perusahan swasta nasional, bukan cuma BUMN," papar Satya.
Penekanan penggunaan local content menurutnya cukup memberatkan dalam konteks pengembangan PLTS, pasalnya banyak komoditas impor yang belum memiliki substitusi di Indonesia. Ia menyarankan prasyarat tersebut ditiadakan dulu sementara waktu untuk mendukung pengembangan PLTS.
Selain tenaga surya, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) juga memerlukan rangsangan. Pasalnya, negara tetangga juga tengah berlomba mengembangkan energi tersebut. "Jadi kalau Indonesia berkeras menolak PLTN, sama saja, kalau tetangga kita mengembangkan, kita tetap terdampak resikonya," tegas dia.
Satya menghimbau agar masyarakat bijak menanggapi hal tersebut, bukan hanya memikirkan dampak dari penggunaan nuklir yang stigmatis.
Kendala lain yang dihadapi oleh pengembangan nuklir ialah PP yang masih menaruhnya pada opsi terakhir. PP tersebut tengah dibahas agar direvisi oleh DPR.
"Yang menjadi hambatan, pp tentang gen masih menempatkan nuklir sbg opsi terakhir. DPR akan mengubah jadi opsi pertama," ungkap Satya.
Dalam 10 hingga 15 tahun mendatang, Satya melihat bahwa energi alternatif mesti mengambil peranan besar dalam pemenuhan energi nasional. (Q-1)