Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Kegaduhan Politik Belum Pengaruhi Persepsi Investor

Raja Suhud
15/2/2015 00:00
Kegaduhan Politik Belum Pengaruhi Persepsi Investor
()

Kegaduhan politik yang seringkali mewarnai perjalanan pemerintahan Presiden Joko Widodo belum mempengaruhi persepsi investor terhadap Indonesia. Hal ini terlihat dari semakin turunnya imbal hasil surat utang negara (SUN) dan menanjaknya indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia.

Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan mengatakan para pelaku pasar lebih melihat pada kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Jokowi-JK.

Investor melihat bahwa arah perekonomian Indonesia sudah berada di jalur yang tepat. Apalagi masalah subsidi BBM yang menjadi persoalan besar selama ini telah diselesaikan,” kata Fauzi dalam diskusi di Bandung,akhir pekan lalu.

Imbal hasil SUN saat ini telah turun dari kisaran 8% menjadi 7%. Adapun IHSG terus mencetak rekor baru sehingga berpotensi menguat terus menuju level 5.500.  Kisruh antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan Koalisi Merah Putih (KMP) dan yang terakhir kisruh Kapolri dan KPK tidak menyurutkan minat pelaku pasar berinvestasi di Indonesia.

Pelaku pasar atau investor baru akan khwatir apabila telah terjadi aksi turun di jalan atau aksi massa lainnya. Tapi sejauh masih ramai dalam pemberitaan, investor masih melihat posisi investasi di Indonesia masih relative aman. Nilai tukar  yang mengalami penurunan juga lebih karena sentiment luar negeri dimana mata uang negara lain juga melemah terhadap dolar AS ,ujarnya.

Masalah yang perlu diselesaikan pemerintah saat ini adalah menurunkan deficsit transaksi berjalan. Hal ini akan membantu tekanan terhadap rupiah. Sebab dengan jumlah defisit neraca transaksi berjalan yang besar akan membuat upaya mencari dolar AS lebih sulit. Itu merupakan sebuah hal yang umum terjadi.

BI kemungkinan akan merespon dengan kenaikan BI rate ke 8.00-8.25% pada semester 2 2015. Meski terlihat tinggi tapi sebenarnya kalau dilihat bahwa ini tidak setinggi respon dari Brazil yang rate acuannya telah mencapai 12%, tandasnya.

Tekanan terhadap harga-harga komoditas yang masih akan tetap rendah akan membuat upaya menekan deficit dari menggenjot ekspor komoditas tidak akan seefektif saat harga komoditas tinggi di era 2010-2011. Sebagai gantinya perlu ada upaya untuk mengurangi impor sehingga mengurangi tekanan terhadap neraca pembayaran.

Sehingga ada kemungkinan pemerintahakan menurunkan target pertumbuhan ekonomi untuk 2015 dan 2016. Kita lihat saja realisasinya pada semester 1 nanti, pungkasnya. (E-5)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya