Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Pasar Keuangan Global bakal Alami Guncangan

Fetry Wuryasti
05/3/2018 00:31
Pasar Keuangan Global bakal Alami Guncangan
(ANTARA FOTO/R Rekotomo)

PARA pelaku pasar keuangan global belum memasukkan kalkulasi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat hingga empat kali. Oleh karena itu, guncangan dalam pasar finansial global akan terjadi sembari menantikan kepastian langkah yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat atau The Fed.

Investor global telah banyak memberikan sinyal untuk menolak kenaikan yang terlalu banyak itu. Namun, putusan terakhir tetap berada di The Fed.

Indonesia sebagai negara yang menganut sistem ekonomi terbuka sudah pasti terpapar sentimen global itu. Dampaknya di dalam negeri ialah pelemahan rupiah yang mencapai 13.800 per dolar AS.

Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan pelemahan yang terjadi pada rupiah belakangan ini masuk pantauan BI.

Pelemahan itu tidak akan membuat aliran modal keluar secara permanen. Meski investor melihat akan mendapat suku bunga yang lebih baik di AS, Indonesia untuk proyeksi ke jangka depan tetap cerah dalam growth differensial atau prospek ekonomi PDB Indonesia.

"Dalam assessment kami, melihat pelemahan ini masih temporer. Harapannya angka 13.700, nilai tukar harapannya bisa kembali ke 13.300," ujarnya pada kelas Ekonomi Politik Indef, akhir pekan lalu.

Akan sangat penting, lanjut Dody, di tahun ini BI menjaga nilai tukar, terutama fluktuasi atau volatilitas dari rupiah untuk menjaga ekspektasi pasar. BI hanya menjaga bila volatilitas rupiah tidak terlalu besar, sedangkan sisanya ada di tangan pasar.

"Pelemahan rupiah ini tak mencerminkan fundamen ekonomi Indonesia yang sesungguhnya."

Karena itu, dia menilai koreksi rupiah hanya sementara.

Jaga pasokan dolar

Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengatakan penting bagi BI menambah pasokan dolar. Hal itu untuk menjaga ekspektasi di pasar bahwa dolar AS gampang diperoleh.

"Kalau ada gejolak, biasaya ada masalah di pasokan, ada orang (pengusaha) yang tadi butuhnya baru 1-6 bulan ke depan untuk impor tapi justru menumpuk (membeli dolar) di saat yang sama," ujarnya.

David menilai BI masih cukup leluasa mengendalikan rupiah karena cadangan devisa kita lebih dari cukup.

Intervensi BI yang lebih intensif di pasar uang juga dikemukakan Ekonom Indef Bhima Yudhistira.

Sekalipun, kata Bhima, rasio cadangan devisa, jika dibandingkan dengan PDB Indonesia, tergolong rendah karena hanya 14%, jauh ketimbang Filipina yang mencapai 28%.

"BI juga bisa lakukan mitigasi risiko dengan menaikkan suku bunga acuan di rentang 25-50 bps agar imbal hasil instrumen investasi makin menarik investor asing," ucapnya.

Selain itu, pemerintah perlu memperkuat fundamen ekonomi dengan meningkatkan investasi dan ekspor.

"Kalau iklim investasi Indonesia semakin menarik dengan reformasi perizinan, deregulasi dan insentif fiskal, shock dari tekanan eksternal tidak terlalu besar," sebutnya.

Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan salah satu upaya menjaga untuk menjaga nilai tukar rupiah tanpa menggerus devisa ialah dengan meningkatkan kinerja ekspor dan investasi.

Namun, diakuinya, langkah itu tidak gampang dijalankan di tengah pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan global yang belum pulih.

(E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya