Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Tidak Akurat, Data Pangan Dibenahi

Andhika Prasetyo
15/2/2018 04:45
Tidak Akurat, Data Pangan Dibenahi
(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

DATA pertanian dan pangan selama ini dianggap tidak akurat. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian bakal menggandeng Badan Informasi Geospasial (BIG), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menciptakan sistem yang lebih valid dan akurat dengan memaksimalkan pencitraan satelit.

"Dengan sistem ini semua hal menjadi pasti. Kita mau tahu proses yang sebenarnya supaya nanti kita benar-benar punya data kapan kita tanam, kapan kita panen, sehingga pengambilan keputusan menjadi lebih cepat dan tepat," ujar Deputi Bidang Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdalifah seusai mengikuti rapat kordinasi terbatas di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (14/2)

Seperti ramai diwartakan, beberapa waktu lalu telah terjadi silang pendapat mengenai perlu tidaknya impor beras. Pihak Kementan mengkalim stok cukup, tetapi fakta di lapangan harga beras naik lantaran pasokan minim.

Sistem baru nanti, kata Musdalifah, juga akan berguna bagi Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) sebagai pihak yang ditugasi menyerap hasil produksi para petani. Ia mengatakan Bulog nantinya memiliki persiapan yang lebih matang karena mengetahui titik-titik daerah mana saja yang akan menghadapi masa panen terlebih dulu dan berapa luas lahan yang akan dipanen itu.

Penggunaan citra satelit untuk memantau sektor pertanian sedianya sudah sejak lama dilakukan, tetapi sayangnya hal itu tidak dilakukan dengan optimal. "Sekarang kita pelajari lebih jauh. Nanti juga akan dikaitkan dengan data pertanian BPS yang akan dirilis Agustus," paparnya.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik BIG Nurwadjedi mengungkapkan pihaknya akan memaksimalkan infrastruktur yang dimiliki yakni penginderaan jarak jauh untuk mendapatkan data valid dan realtime akan kondisi pertanian padi di lapangan.

Ia mengatakan saat ini pihaknya tengah memperbaiki data luas sawah di seluruh Indonesia dengan didasarkan pada data yang disuguhkan kementerian selama ini. Hingga akhir Februari, Nurwadjedi menargetkan pendataan di seluruh provinsi yang menjadi sentra padi, yakni Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, dan seluruh provinsi di Jawa sudah rampung dan dapat dijalankan pada awal Maret ini.

"Kami bergerak cepat. Ini harus dilakukan supaya data pangan ada kepastian, tidak berbeda-beda, dan dengan teknologi yang bisa dipertanggungjawabkan," jelasnya.

Cek lapangan
Dengan tingkat akurasi 85%, Nurwadjedi mengaku pihaknya tidak bisa hanya mengandalkan citra satelit. BIG juga akan menyebar para petugas untuk mengecek langsung di lapangan guna memperkuat laporan data yang sudah didapat.

Sistem tersebut nantinya akan memonitor fase tumbuh tanaman padi dan melaporkan data-data teranyar di lapangan setiap dua hari sekali.

"Setelah sistem sempurna, nanti akan diserahkan kepada BPS karena kami bekerja sama untuk satu pintu data pertanian," tandasnya.

Sebelumnya, pengamat pertanian dari Universitas Gadjah Mada Jangkung Handoyo Mulyo mengatakan data yang disajikan selama ini beragam. "Bagi pihak yang dituntut memenuhi target produksi beras, pasti surplus. Ke depan perlu data tunggal. Data harga lebih valid ketimbang produksi ataupun konsumsi. Harga beras melambung tinggi, pasti karena stok tidak ada," ujarnya, pekan lalu. (E-2))



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya