Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) mengimbau perusahaan finansial berbasis teknologi (teknologi finansial atau tekfin) untuk memiliki inisiatif dalam mengedepankan transparansi, terutama soal tarif dan komisi pada pengelolaan dana kepada nasabah.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan regulator di masa depan akan mengatur transparansi di tekfin peer to peer lending.
Aturan tersebut akan lebih detail untuk menjamin perlindungan dana nasabah yang menggunakan lembaga keuangan tersebut. "Khusus peer to peer lending, kami atur. Namun, secara umum, aturan akan ada yang latar belakangnya, perlindungan konsumen," ujarnya, di Jakarta, Rabu (14/2).
Wimboh mengatakan, transparansi diperlukan agar dana masyarakat di dalam tekfin tetap terjaga. Hal itu juga dibutuhkan demi menghindari lepasnya tanggung jawab pengelola.
OJK juga akan meminta bank dan penyedia jasa niaga daring (e-commerce) yang bekerja sama dengan tekfin untuk memublikasikan besaran komisi yang dikenakan kepada nasabah.
Hingga November 2017, OJK mencatat dana tekfin peer to peer lending (P2P lending) mencapai Rp1,9 triliun atau menunjukkan tren pertumbuhan 20 % setiap bulannya.
Sementara itu, penyelenggara tekfin yang terdaftar di OJK per 25 Januari 2018 berjumlah 32 perusahaan (lihat grafik).
Sejauh ini pemerintah memang ingin memperkuat keuangan inklusif, terutama melalui ekonomi digital. Pada dasarnya, kebijakan keuangan inklusif merupakan suatu bentuk pendalaman layanan keuangan (financial service deepening) yang ditujukan kepada masyarakat in the bottom of the pyramid untuk memanfaatkan produk dan jasa keuangan formal, seperti sarana menyimpan uang yang aman (keeping), transfer, menabung, maupun pinjaman dan asuransi.
Hal tersebut dilakukan dengan tidak saja menyediakan produk dengan cara yang sesuai, tetapi juga dikombinasikan dengan berbagai aspek. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur lunak (soft infrastructure), termasuk regulasi, berperan penting.
"Pemerintah sebetulnya sudah membentuk program besar. Ekonomi digital cukup luas. Setidaknya ada dua area yang pasti kita hadapi dan kita harus mampu memasuki dan mengikuti iramanya. Salah satunya kita harus memperkuat soft infrastructure," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, kemarin.
Terbitkan aturan
Menurutnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SKNI). Payung hukum tersebut diterbitkan dalam rangka memperluas akses masyarakat terhadap layanan perbankan.
Produk hukum lain yang ditelurkan untuk mengembangkan ekonomi digital, lanjut Darmin, ialah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Perdagangan Berbasis Elektronik (E-commerce).
Selain itu, pemerintah masih mencermati regulasi yang tepat agar tidak terlalu mengekang pelaku di industri teknologi finansial. " (Aturan) terlalu mengekang atau terlalu loose bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang wan prestasi," jelas Darmin.
CEO of Modalku Reynold Wijaya berpendapat kebijakan maupun regulasi yang diciptakan pemerintah sudah cukup kondusif untuk mendorong pertumbuhan sektor tekfin. "Yang kami butuhkan regulasi yang balance antara inovasi dan keamanan," ujarnya. (E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved