Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Astra Ingin Seimbangkan Porsi Lini Bisnis

Gabriela Jessica Restiana Sihite
09/11/2017 18:17
Astra Ingin Seimbangkan Porsi Lini Bisnis
(Ist)

PT Astra International Tbk (Astra) ingin menyeimbangkan porsi lini bisnis otomotif dan non-otomotifnya. Selama ini, profit perusahaan berkode emiten ASII tersebut lebih disumbang dari segmen bisnis otomotif, yakni penjualan mobil, motor, otopart, dan jasa keuangan penunjang otomotif.

Head of Investor Relation ASII Tira Ardianti menilai akan lebih baik bila sumber laba perseroan tidak didominasi satu segmen bisnis saja. Karenanya, perseroan berencana untuk meningkatkan sumber pendapatan dari segmen nonotomotif, seperti komoditas batu bara, agribisnis, infrastruktur, dan lainnya.

"Ke depan kami mau melihat porsi nonotomotit bisa lebih baik, sehingga bisa mengimbangi bisnis otomotif. Sebab, tidak baik untuk neraca profitabilitas bila perusahaan berat sebelah untuk satu lini bisnis," ucap Tira saat workshop wartawan pasar modal di Ciloto, Jawa Barat, Kamis (9/10).

Ia menyebut segmen otomotif menyumbang laba perseroan hingga 89% pada 2001, sedangkan nonotomotif hanya 11%. Lalu, perubahan porsi pun mulai terlihat.

Pada 2015, papar Tira, lini bisnis non-otomotif mulai mengambil porsi 24% dari total laba ASII, sedangkan bisnis otomotif menyumbang 76%. Lalu hingga September 2017, segmen nonotomotif sudah mencapai 35% dan otomotif sebesar 65% dari total laba perseroan yang sebesar Rp14,18 triliun.

Adapun Grup Astra memiliki 7 segmen bisnis yakni otomotif, jasa keuangan, pertambangan dan alat berat, agribisnis, infrastruktur dan logistik, teknologi informasi, dan properti.

"Paling besar share laba dari otomotif 45% sudah termasuk otoparts lalu ditambah jasa keuangan penunjang otomotif 20% jadi 65%. Sisanya, 35% dari nonotomotif mayoritas disumbang oleh pertambangan dan agrobisnis," tukasnya.

Namun, Tira belum bisa memperkirakan kapan keseimbangan laba antara otomotif dan nonotomotif bisa tercapai. Hal itu merupakan tujuan jangka panjang perseroan guna meminimalisasi dampak bila salah satu lini bisnis menghadapi tantangan berat.

"Idealnya seimbang 50%-50%. Memang itu tujuan jangka panjang kami dengan terus mendiversifikasi bisnis," ucap Tira.

Guna mencapai tujuan tersebut, beberapa anak usaha Astra sudah mulai berupaya mendiversifikasi usahanya. Direktur Utama PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), anak usaha ASII, mengatakan pihaknya sudah mulai merambah bisnis peternakan sapi pada April tahun ini. Perusahaan yang selama ini fokus pada komoditas kelapa sawit sudah menggelontorkan investasi sekitar Rp100 miliar guna mendatangkan sapi impor dan membangun infrastrukturnya.

Pada tahun ini, lebih dari 7 ribu ekor sapi diimpor dari Australia. Sebanyak 3.370 ekor merupakan sapi indukan untuk diternakan, sedangkan 4 ribu ekor sapi bakalan untuk digemukan.

Santosa mengatakan sapi indukan AALI sudah mulai menghasilkan penambahan populasi. Hingga Oktober 2017, peternakan sapi AALI sudah menencapai 4.416 ekor.

"Tapi mereka belum siap dijual. Kami masih ingin terus menternakan dulu, baru siap jual. Ini kami juga sedang proses menambah impor sapi ternak sebanyak 2 ribu ekor," kata Santosa.

Sementara itu, sapi bakalan yang diimpor sudah terjual sebanyak 1.525 ekor ke pasar-pasar tradisional. Mayoritas sapi-sapi itu dijual untuk memenuhi kebutuhan daging sapi segar di pasar rakyat.

"Posisi stok sapi kami hingga Oktober sebanyak 2.473 ekor. Memang penggemukan sapi lebih menghasilkan uang yang cepat daripada peternakan. Namun, kami juga mau mendukung program pemerintah untuk mencapai kedaulatan pangan," tuturnya.

Di samping itu, lini bisnis Astra yang juga mendiversifikasi usahanya ialah pertambangan. PT United Tractor Tbk (UNTR) yang bergerak di sektor tersebut makin mengembangkan sektor infrastruktur yang dilakukan anak usahanya, PT Acset Indonusa Tbk.

Direktur Keuangan UNTR Iwan Hadiantoro memaparkan selama Januari-September 2017, Acset mencatat pendapatan bersih Rp1,94 triliun naik dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp1,29 triliun. UNTR juga mencatat kenaikan laba besih 179% menjadi Rp111 miliar dan mendapat kontrak baru senilai Rp7,2 triliun atau naik 186% dari periode yang sama tahun lalu yang hanya mendapat kontrak kontruksi Rp2,5 triliun.

Kontrak yang diperoleh UNTR pada tahun ini ialah jalan tol Jakarta-Cikampek II, jalan tol Bakauheni-Sidomulyo, dan jalan tol JORR II Kunciran-Serpong.

"Kami juga mau mengubah porsi pendapatan kami. Saat ini, batu bara masih menyumbang 90% pendapatan, sedangkan lini lainnya 10%. Padahal harga batu bara tidak stabil," tukasnya.

Selain itu, UNTR juga melirik komoditas lain, yakni emas dan batu bara koking (coking coal) yang harganya dinilai tidak terlalu fluktuatif. Tambang emas UNTR di Sumbawa saat ini masih dalam tahap pembangunan dan ditargetkan berproduksi pada awal 2019.

"Ditambah pengembangan bisnis bus dan truk, kami berharap 2020 bisa menciptakan komposisi pendapatan batu bara dan non-batu bara 70-30," imbuh Iwan. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya