Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Start-up E-commerce Mendominasi

Puput Mutiara
06/11/2017 07:13
Start-up E-commerce Mendominasi
(Para pengusaha bekerja di ruang EV-Hive, sebuah ruang kerja bersama, di Jakarta beberapa waktu lalu---AFP/GOH CHAI HIN)

HINGGA kuartal kedua 2017, pertumbuhan start-up di Indonesia mengalami sedikit penurunan. Berdasarkan data yang dihimpun Tech in Asia, jumlah start-up baru sampai dengan kuartal kedua 2017 turun 23% jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Meskipun begitu, Chief Exe­cutive Officer Tech in Asia Indonesia Hendri Salim mengatakan bahwa start-up di sektor software as service, financial technology, education, dan advertising technology terjadi peningkatan.

“Walaupun jumlahnya menurun, tapi selama ajang Tech in Asia Jakarta 2017, start-up e-commerce justru masih mendominasi,” ujar Hendri di Jakarta, Kamis (2/11).

Itu terlihat dari berbagai aktivitas di Bootstrap Alley-Startup Exhibition Tech in Asia Jakarta 2017. Mayoritas membahas konten seputar start-up dan teknologi terkait dengan e-commerce.

Pun demikian hasil analisis App Anie--perusahaan analisis aplikasi mobile--menyebutkan sekitar 80% orang Indonesia aktif menggunakan aplikasi mobile. Hingga tak pelak berdampak positif terhadap pertumbuhan pasar e-commerce.

“Sekarang perubahannya sangat signifikan. Semua orang pakai smartphone. Bisnis konvensional kalau mau tetap bertahan harus ekspansi ke digital atau dalam hal ini e-commerce,” tukas Jaede Tan, Regional Director Insea App Anie.

Apalagi, saat ini banyak perusahaan bisnis konvensio­nal, termasuk Matahari dan Ramayana, yang gulung tikar akibat tergerus arus digitalisasi. Karena itu, e-commerce menjadi keniscayaan.

Investasi asing
Founder dan Partner 01 VC, Ian Goh, menegaskan Indonesia punya pangsa pasar sangat besar dan menguntungkan. Bahkan, rata-rata pemilik modal dari India cenderung lebih percaya menanamkan modal kepada pengusaha lokal.

“Alih-alih berekspansi ke Indonesia, bagi mereka lebih aman menginvestasikan dana kepada pemain lokal yang memiliki track record baik,” ungkapnya.

Cuma, menurut COO Tech in Asia Indonesia Putra Setia Utama, salah satu hal yang sering dilewatkan para pegiat start-up di Indonesia ialah ketidaksiapan dalam merencanakan strategi untuk meningkatkan pendapatan.

Itu sebabnya ajang konferensi teknologi tahunan terbesar di Asia (Tech in Asia 2017) menghadirkan beragam kegiatan yang mendukung ekosistem start-up dan teknologi di Indonesia dan Asia. Sedikitnya ada 5.000 pengunjung terdaftar serta 250 investor dan 300 exhibitor.

Tidak hanya pengusaha asing, sejumlah perusahaan nasional pun turut membantu penguatan start-up. Contohnya, Lintasarta lewat program Appcelerate sejak 2016 bersama ITB, UGM, dan ITS.

Program tersebut menjaring beberapa start-up yang dibuat para mahasiswa. Setelah lolos seleksi karena dianggap dibutuhkan pasar, Lintasarta membantu pengembangan start-up hingga mempertemukan dengan perusahaan yang membutuhkan.

“Salah satunya yang menarik, yaitu aplikasi psikologi online yang dibuat mahasiswa UGM. Ternyata ada perusahaan minyak dan gas yang mewajibkan para karyawan yang bekerja di laut lepas untuk memeriksakan kesehatan psikologi secara berkala. Kebutuhan perusahaan itu dipenuhi lewat aplikasi itu,” pungkas IT Services Product Development General Mana­ger Lintasarta, Gidion Suranta Barus. (S-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya