Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
GURU Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengingatkan pemerintah harus berhati-hati terkait penentuan harga divestasi saham Freeport.
"Nah, yang pemerintah harus hati-hati adalah dengan harga berapa divestasi saham akan dilakukan. Saya yakin ini akan alot. Freeport pasti minta harga premium, sementara pemerintah minta harga serendah-rendahnya," ujar Hikmahanto di Jakarta, Selasa (29/8).
Jangan sampai pemerintah membeli saham sangat mahal, atau saking mahalnya akhirnya pemerintah tidak bisa melakukan divestasi.
"Itu yang saya maksud jebakan. Harusnya pemerintah dan Freeport menyepakati mekanisme dan rumusan harga berikut variabelnya sejak dini," ujar dia.
Ini penting agar publik tidak melihat pemerintahan Joko Widodo lemah di mata Freeport atau terkesan dipecundangi oleh Freeport.
Terkait dengan pengumuman hasil negosiasi dengan Freeport, ia mengatakan hasil tersebut sudah bagus karena pemerintah berhasil mengharuskan Freeport untuk mematuhi Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yaitu untuk Kontrak Karya (KK) tidak lagi melakukan ekspor kalau tidak dimurnikan di dalam negeri.
"Kalau pun sekarang masih melakukan ekspor hal itu karena Freeport memilih untuk melakukan konversi dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dalam konteks IUPK berdasarkan Pasal 102 dan 103 tidak ada batas waktu lamanya melakukan kewajiban memurnikan di dalam negeri. Tapi berdasarkan PP 1/2017 Freeport hanya diberi waktu dalam jangka waktu 5 tahun," tuturnya.
Untuk itu, Freeport berjanji akan mulai membangun smelter. Keuntungan lain yang didapat oleh pemerintah adalah KK Freeport yang seolah menyejajarkan Freeport dengan pemerintah sudah menjadi sejarah.
"Sekarang atas dasar rezim izin maka Freeport layaknya pelaku usaha berada di bawah regulasi pemerintah. Bahkan, soal perpajakan disepakati bisa lebih besar sebagaimana diatur dalam Pasal 169 (c). Pasal tersebut menentukan bahwa dalam soal penerimaan negara maka ketentuan yang berlaku adalah yang negara menerima paling besar. Memang untuk semua ini ada harganya yaitu perpanjangan 2 x 10 tahun," ujar Hikmahanto.
Hal tersebut tidak menjadi masalah karena ada kewajiban Freeport untuk melakukan divestasi hingga 51%.
"Nah kalau 51%, itu tidak termasuk yang 9 koma sekian persen yang saat ini dimiliki pemerintah berarti setelah divestasi dilakukan pemerintah akan memegang 60 persenan alias mayoritas pemegang saham," kata dia.
Hal tersebut adalah wajar kalau Freeport yang dimiliki secara mayoritas untuk mendapat perpanjangan 2 x 10 tahun. Bahkan, pada suatu hari nanti kalau sudah bisa dimiliki 100% tidak perlu dibatasi oleh jangka waktu.
"Di sini lah letak keuntungan Indonesia dari hasil negosiasi," tukas Hikmahanto. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved