Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
KALANGAN perbankan meyakini penanganan kredit bermasalah baru akan tuntas pada akhir 2018. Apalagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mencabut relaksasi tata cara perhitungan kredit bermasalah pada akhir Agustus. Hal itu akan memberikan tekanan pada perbankan sehingga cenderung masih lebih berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan baru. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2017, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) perbankan dan pembiayaan masih berada di kisaran 3% dan 3,5%. Angka ini sedikit naik jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya di level 2,96%. Rasio NPL netto tercatat sebesar 1,32% per Juli 2017, lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya 1,35%.
Direktur Utama PT Bank Mandiri (persero) Tbk Kartika Wirjaatmadja mengatakan konsolidasi perbankan guna menuntaskan permasalah NPL telah berlangsung selama 2,5 tahun lebih. “Saya pernah mengatakan ini siklus yang panjang. NPL baru juga terus muncul, terutama di segmen menengah. Bayangan saya minimal masih 1,5 tahun lagi. Sampai akhir 2018 baru kita bisa lihat benar-benar habis,”ujar Kartika saat konferensi pers penyelenggaraan IBEX 2017 di Jakarta, Kamis (24/8).
NPL tertinggi diakui Tiko tetap datang dari segmen komersial. NPL di kredit KPR masih terkendali tidak sampai 2% meski sektor konstruksi agak berat dengan perlambatan penjualan sehingga banyak pembayaran yang menjadi panjang khususnya kontraktor kelas menengah. “Paling berat, sektor komersial dari sektor baja, plastik, kontraktor terkait migas dan batu bara yang NPL-nya mencapai 7%,” ujarnya.
\
Pihaknya telah melakukan assessment dan mulai mengambil tindakan seperti melakukan restrukturisasi, penjualan aset, hingga likuidasi. Direktur Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk Sis Apik Wijayanto mengatakan pihaknya melihat prospek bisnis nasabah yang mengalami kredit macet. Pilihan restrukturisasi diutamakan agar bisnis nasabah bisa pulih kembali. “Namun, ada kalanya yang tidak bisa direstrukturisasi, kami tawarkan penjualan agunan dan likuidasi. Ada beberapa yang kami berikan treatment sendiri. Kalau tidak bisa juga, kami ajak bicara nasabah bahwa ada investor lain yang akan masuk,” ujarnya. NPL komersial BRI ini per Juni 2017 tercatat 7,02% dari periode sama 2016 sebesar 6.45%.
Pembiayaan obligasi
Bank Indonesia (BI) akan mengeluarkan ketentuan perhitungan rasio pembiayaan terhadap pendanaan (financing to funding ratio/FFR) untuk menstimulasi perbankan agar menyalurkan kelebihan likuiditasnya ke pasar, dengan membeli obligasi korporasi. Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan dengan ketentuan FFR, perbankan akan terdorong untuk meningkatkan fungsi intermediasi pembiayaan ke sektor perekonomian, selain melalui penyaluran kredit. “Kalau hanya kredit, bank kan mesti menunggu permintaan, bank kan juga harus menilai risiko kredit. Jadi ini dengan membeli obligasi korporasi juga akan meningkatkan pembiayaan,” ujar dia.(Ant/Tes/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved