Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
GUBERNUR Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo meyakini pertumbuhan kredit tahun ini bisa sesuai dengan target 10%-12% (year on year/yoy).
"Kalau lihat setahun kami perkirakan harga komoditas andalan Indonesia akan membaik. Ini dalam banyak hal akan membantu ekonomi Indonesia," ujar dia, di Jakarta, kemarin (Minggu, 6/8).
Agus mengatakan korporasi juga sedang menyelesaikan konsolidasi internal untuk dapat memacu bisnis. Di triwulan II 2017, kata Agus, banyak korporasi yang lebih memilih efisiensi sebelum gencar berekspansi dengan mengajukan kredit ke perbankan. "Kalau lihat laporan keuangan mereka sudah dapat keuntungan, tapi lebih karena mereka efisiensi."
Di sisi lain, kata Agus, perbankan juga terlihat enggan terlalu gencar menyalurkan kredit. Sebabnya, perbankan ingin menjaga rasio kredit bermasalah (NPL) agar tidak memburuk.
Perbankan juga menunggu kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan ketentuan relaksasi restrukturisasi kredit yang akan habis masa berlakunya pada akhir Agustus 2017 ini. "Perbankan sedang konsolidasi persiapkan kalau seandainya OJK tidak melanjutkan relaksasi yang diberikan sejak tahun lalu."
Hingga Juni 2017, pertumbuhan kredit secara tahunan hanya 7,6% (yoy) atau lebih lambat ketimbang Mei 2017, sebesar 8,6%.
Masih menunggu
Optimisme terhadap pertumbuhan kredit juga disuarakan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani. Pada umumnya semester II identik dengan tren perbaikan.
Kendati demikian, Hariyadi belum bisa memastikan adanya gelombang pengajuan kredit yang signifikan dari pelaku usaha karena masih ada aura pesimistis yang membayangi imbas kelesuan daya beli masyarakat yang tecermin di kinerja ritel dan otomotif "Memang masih ada pesimistis di tengah pengusaha, tapi harus dibangkitkan," ujar Hariyadi melalui sambungan telepon.
Hariyadi menambahkan pengaruh harga komoditas bersifat relatif. Dia berpendapat aspek daya beli masyarakat yang akan menjadi faktor pendongkrak optimisme di kalangan pelaku usaha. Apalagi, imbas kelesuan pasar membuat sejumlah korporasi di Tanah Air kompak melakukan konsolidasi dalam rangka menjaga neraca dan profitabilitas. "Yang dikhawatirkan itu gejala market yang cederung slow. Kami berharap semester II ada pemulihan sehingga dampaknya positif ke pelaku usaha," imbuhnya.
Hariyadi mengimbau pemerintah agar menjaga situasi tetap kondusif dengan tidak mengeluarkan kebijakan atau regulasi yang memberatkan. Ia menyinggung wacana Ditjen Pajak memeriksa wajip pajak (WP) yang sudah mengikuti program tax amnesty.
Meski belakangan diketahui wacana itu untuk meminimalkan praktik nakal, keresahan telanjur merebak di tengah pengusaha. "Ya soal perpajakan itu sebagian dari banyak hal masih meresahkan pengusaha. Di tengah <>market yang lesu, kalau bisa pelaku usaha jangan lagi dikerjai dengan aturan yang malah menghambat," tandasnya.(Ant/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved