Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PT Modern International Tbk mengakui salah satu penyebab bangkrutnya waralaba Seven Eleven (Sevel) milik mereka ialah beban utang ke perbankan yang menggerus modal kerja. Saat ini Sevel juga memiliki beban utang ke perbankan berupa biaya bunga dan pokok pinjaman.
"Ini yang membuat modal kerja kami tergerus dan tidak bisa melanjutkan operasional. Kita sedang nego untuk memenuhi kewajiban dengan perbankan," kata Komisaris Modern International Donny Sutanto.
Menurutnya, utang yang kian menumpuk itu disebabkan Sevel terlalu agresif dalam mengembangkan usaha di Indonesia. "Pada 2009-2010 respons yang kami terima sangat bagus, sehingga kami memutuskan untuk investasi besar-besaran untuk pembukaan toko yang membutuhkan modal besar. Misalnya, pembangunan dapur langsung di 400-500 toko. Kami belajar bahwa ekspansi kami terlalu agresif," papar Donny.
Investasi besar-besaran tersebut membuat beban perusahaan dan utang ke perbankan makin besar. Karena itu, modal kerja makin lama makin tergerus hingga membuat perusahaan merugi.
Donny menyebut pihaknya akan membayar seluruh kewajiban dengan menjual aset-aset anak usahanya lain yang tidak produktif. Beberapa di antaranya, aset Fujifilm yang akan dijual karena dianggap memiliki nilai pasar yang besar.
"Kami punya aset berupa tanah dan bangunan dari Fujifilm yang diperoleh 20-30 tahun yang lalu. Market valuenya tinggi dan nilai pembukuannya kecil. Itu akan kami jual untuk penuhi kewajiban pembayaran utang ke pemasok dan lainnya," paparnya.
Mengutip laporan keuangan Modern International, rugi bersih sudah dialami sejak 2015. Pada tahun lalu, perusahaan berkode emiten MDRN tersebut mengalami rugi bersih hingga Rp638,7 miliar atau 11 kali lipat dari rugi bersih 2015 yang sebesar Rp54,7 miliar.
Sedangkan pada kuartal I tahun ini, rugi bersih perusahaan mencapai Rp447 miliar. Donny membeberkan kontribusi kerugian MDRN memang berasal dari Sevel. Karena itu, perusahaan akhirnya memutuskan untuk menghentikan operasional seluruh gerai Sevel di Indonesia.
"Kontribusi kerugian kami terbesar adalah Sevel. Dengan ditutupnya ini, maka faktor yang besar dalam kerugian tentu akan hilang, tapi tidak membuat (kondisi keuangan) bulan depan langsung membaik. Namun, akan lebih baik di masa mendatang," imbuh Donny. (X-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved