Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
KEPUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut kewenangan pemerintah pusat mencabut peraturan daerah (perda) bermasalah dikhawatirkan menghambat potensi investasi. Apalagi, selama ini para calon investor kerap terhambat oleh regulasi daerah yang kurang kondusif serta ketidaksinkronan dengan kebijakan pusat.
Seperti diketahui, maklumat MK ditahbiskan dalam uji materi nomor 56/PUU-XIV/2016 terkait dengan pembatalan perda oleh gubernur dan menteri. Dengan putusan itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada khususnya tidak memiliki wewenang mencabut perda yang diterbitkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Pengujian atau pembatalan perda menjadi kewenangan konstitusional Mahkamah Agung (MA) dengan pertimbangan menjaga kepastian hukum seturut UUD 1945. Padahal, kewenangan eksekutif atas pembatalan perda secara historis sudah terakomodasi dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
"Dengan pemerintah pusat tidak lagi memiliki kewenangan mencabut perda bermasalah, fungsi pengawasan harus diperkuat. Dalam hal ini, pemerintah pusat bisa melakukan tindakan preventif apabila rancangan aturan daerah berpotensi menciptakan distorasi, misalnya terkait iklim investasi," ujar Ketua Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Agung Pambudhi saat berdiskusi dengan pewarta di Jakarta, kemarin.
Pengawasan pemerintah pusat setidaknya dapat meminimalkan munculnya regulasi bermasalah sebelum akhirnya diundangkan. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan Kemendagri untuk mencabut 3.000 peraturan daerah yang bermasalah.
Ribuan regulasi tersebut dituding menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melalui geliat investasi. Pemerintah tengah berupaya menciptakan kemudahan berusaha dan berinvestasi.
Tekadnya ialah menaikkan peringkat Indonesia dalam ease of doing business (EODB) ke posisi 40 besar. Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-91. (Tes/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved