SEPANJANG karier di dunia hiburan, saya tidak pernah telat untuk sebuah acara. Sore itu menjadi salah satu ujian bagi profesionalisme saya sebab dalam waktu kurang dari 1 jam saya harus sudah berada di kawasan SCBD. Padahal, saat itu saya ada di daerah Jagakarsa.
Jakarta pada sore hari saat jam pulang kantor ialah jaminan jalan akan supermacet. Beruntung ojek online yang saya tumpangi menyanggupi permintaan saya.
Saya ingat, saat itu lebih banyak memejamkan mata daripada melihat jalan. Doa yang saya baca jauh lebih banyak daripada doa saat pesawat mengalami turbulensi. Singkat cerita, dengan skill yang mumpuni kombinasi antara mengoperasikan gas dan rem, kemampuan membaca jalan, dan manuver cantik meliuk di antara mobil, saya pun sampai dengan selamat.
Lumayan, 10 menit pertama saat membawakan acara di panggung, lutut saya masih dalam keadaan gemetar, hehe.
Selesai acara, dalam taksi ketika perjalanan pulang saya berpikir, harusnya Indonesia punya wakil di balapan sepeda motor paling prestisius, Moto-GP. Terlebih negara kita akan kembali menjadi tuan rumah Moto-GP pada 2021 di Sirkuit Mandalika, Lombok, yang sedang dibangun. Lihat saja skill pengendara sepeda motor di negara ini yang tidak hanya jago, tetapi juga ajaib, hehe.
Pengendara sepeda motor Indonesia ialah contoh makhluk hebat yang multitasking. Jika di negara lain berkendara sepeda motor harus fokus dan konsentrasi, di negara ini kita sering lihat orang mengendarai sepeda motor sambil merokok. Aturan yang melarang itu sudah ada, tapi apakah itu dipatuhi? Tentu tidak, hehe.
Soal nyali yang merupakan syarat wajib pembalap Moto-GP, saya berani adu pengendara sepeda motor Indonesia dengan Marc Marquez. Jangankan dengan peralatan keselamatan lengkap, tanpa helm pun mereka berani.
Jika helm dipakai dengan tujuan melindungi kepala dan isinya, mungkin mereka berpikir enggak dilindungi juga enggak apa-apa, wong enggak ada isinya kok, hehe. Bagi mereka, menggunakan racing suit tidak ada gunanya karena kaus oblong, celana pendek, dan sandal jepit pun cukup.
Soal skill juga berani diadu. Pembalap Moto-GP jago ngebut karena mengendarai motor sendirian. Akan tetapi, pemotor di negara kita lebih jago lagi karena ngebut sambil berboncengan. Kita juga kerap melihat mereka ngebut bukan hanya membonceng satu orang, melainkan bisa dua bahkan tiga.
Hebatnya lagi, di tengah ngebut mereka bisa tetap mengobrol, tertawa, dan main HP. Kebayang kerennya jika pembalap Moto-GP Indonesia dikenal sebagai satu-satunya yang balapan sambil live di Instagram. Sambil ngebut sambil menjawab pertanyaan dan sesekali mengetik teks.
Jorge Lorenzo, mana bisa.
Saya yakin jika diberi kesempatan di Moto-GP, pemotor Indonesia akan bisa bicara banyak, bahkan sejak start, karena mereka terbiasa sangat responsif di lampu merah. Keahlian mereka ialah sepersekian detik saat lampu kuning berubah menjadi hijau, mereka sudah langsung tancap gas sekencang-kencangnya. Mereka bisa start dari posisi paling kiri, tapi karena kemampuan mereka memotong jalur sudah teruji sehari-hari, belokan pertama ke kanan pun bukanlah hal yang menyulitkan. Valentino Rossi 'the Doctor' pun bukan lawan yang sebanding para professor jalanan ini.
Jika pembalap Moto-GP hanya jago balapan di sirkuit, tempat yang hanya dilintasi peserta balap, pemotor Indonesia sudah terbiasa ngebut di jalanan padat bersaing dengan berbagai pengguna jalan lainnya.
Belum lagi kemampuan mereka mencari jalan alternatif seperti melewati trotoar atau menaiki jembatan penyeberangan. Sungguh sebuah skill yang tidak dimiliki pembalap Moto-GP mana pun. Sayang, kemampuan ngebut melawan arus tidak diperbolehkan dalam balapan karena ini juga salah satu skill pemotor Indonesia.
Itu baru dari sisi skill pembalapnya saja. Soal kemampuan teknis tim konstruktor, negeri ini juga berani diadu. Betapa banyak motor dimodifikasi hanya dengan kemampuan dan alat seadanya. Mesin diulik jadi lebih kencang, knalpot diganti jadi lebih bising, dan velg ban jadi lebih tipis. Jika tim dari luar negeri berisi ahli otomotif berpendidikan tinggi dan berpengalaman lama, di negeri ini lulusan SMP yang baru buka bengkel pun bisa melakukannya.
Belum lagi motivasi spiritual pemotor Indonesia karena ngebut ialah salah satu bentuk ibadah, semakin ngebut semakin dekat Tuhan.
Masih ada waktu untuk memilih satu dari jutaan pemotor di negeri ini untuk mewakili Indonesia di Moto-GP 2019. Saya yakin jika mereka ikut balapan, apalagi di sirkuit negara sendiri, mereka akan seperti yang Komeng bilang di salah satu iklan motor, “Yang lain pasti ketinggalan!” (H-1)