Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SAYA setiap hari memulai aktivitas sejak pagi buta dan biasanya selesai menjelang magrib. Agendanya, siaran di radio, syuting di stasiun TV, sesekali meeting, dan jadi MC off air.
Karena saya tidak mau kerja sampai malam, jadinya pekerjaan saya padatkan di siang hari. Hal itu membuat saya bukan termasuk orang yang sering tidur siang. Bagi saya, tidak ada tidur yang paling nikmat kecuali di kasur sendiri.
Jika kami para pekerja seni punya skill bisa tidur di mana saja dan dalam situasi apa saja, rasanya saya sih kuat-kuat saja untuk tidak tidur siang.
Akan tetapi, bulan Ramadan memang beda. Rasa ngantuk di siang hari itu luar biasa, susah untuk dilawan. Saya googling 'cara mengatasi ngantuk di bulan puasa', dan dalam hitungan detik banyak keluar hasilnya.
Caranya antara lain dengan bergerak atau berjalan kaki. Namun, saya enggak mau karena nanti capek. Coba untuk mengobrol, takut gibah. Diminta ganti pemandangan, nanti malah bikin batal kalau melihat yang 'segar-segar'.
Alasan memang selalu bisa dicari. Akan tetapi, menurut saya, cara mengatasi ngantuk ialah dengan tidur. Ya, mau apa lagi? he he.
Serbuan rasa kantuk paling kuat saya rasakan ialah sehabis salat zuhur berjemaah di masjid. Di saat air wudu masih terasa di muka, kemudian tertiup semilir angin, saat itulah saya tampak seperti orang yang sedang merem karena khusyuk berdoa. Padahal, meremnya karena memang tidur, he he.
Di masjid sering kali ada tulisan 'dilarang tidur di dalam masjid'. Apakah larangan itu berhasil? Saya rasa tidak he he. Orang yang tidur di masjid selalu banyak, apalagi setelah selesai salat berjemaah.
Tidur atau minimal tiduran di masjid ialah hal yang ingin saya coba, tapi karena saya terbiasa taat peraturan, hal itu selalu saya hindari. Namun, godaan yang terlalu kuat membuat saya akhirnya kemarin untuk pertama kalinya mencoba ikut tidur bergelimpangan di masjid bersama yang lainnya.
Saya pilih tempat agak pinggir agar tidak menghalangi jalan keluar-masuk. Perpaduan rasa ngantuk dan segarnya air wudu di wajah yang tertiup angin biasanya saya lawan, kali ini saya biarkan. Saya nikmati. Walhasil, 1 jam saya lupa akan haus dan lapar, he he.
Saya tidak tahu kapan mulai ada tulisan 'dilarang tidur di masjid'. Seingat saya, zaman saya masih kecil, tidak ada tulisan seperti itu. Mau tidur di masjid, ya silakan saja, selama bukan tidur di pintu masuk, di tengah, apalagi di mihrab imam. Dosa itu mah, he he.
Karena penasaran apakah sebetulnya tidur di masjid itu boleh atau tidak, saya mencari beberapa referensi. Ada banyak perbedaan pendapat dari para ahli. Ada yang bilang boleh, haram, dan kebanyakan menyatakan makruh (perbuatan yang sebaiknya tidak dilakukan) dengan beberapa catatan. Dari beberapa kisah, saya temukan Rasulullah dan para sahabat pernah tidur di masjid.
Mungkin yang menjadi masalah ialah tidur yang seperti apa? Dari pengamatan saya, mereka yang tidur di masjid bukanlah mereka yang memang niat tidur berlama-lama, tapi sekadar untuk berisirahat.
Marilah kita berbaik sangka kepada larangan tidur di masjid. Mungkin alasan pengurus masjid melarang itu ialah demi menjaga kebersihan dan kenyamanan untuk beribadah. Bisa jadi alasannya karena membuat pemandangan masjid menjadi tidak indah dan menampakkan pemeluk Islam sebagai orang-orang yang lemah dan pemalas.
Saya kira semua kembali kepada niat. Jika memang niat kita untuk beristirahat sebentar supaya bisa fokus kembali dalam bekerja atau bisa membantu kita untuk bangun di sepertiga malam dan melaksanakan salat tahajud, saya kira itu ialah tidur yang memiliki nilai ibadah dan Allah menyukai hal tersebut. Wallahualam. (H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved