Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Anggaran Riset belum Berdampak

SYARIEF OEBAIDILLAH
16/8/2018 10:05
Anggaran Riset belum Berdampak
(ANTARA/FIKRI YUSUF)

KURANG dari setengah anggaran riset tidak dimanfaatkan secara optimal. Hal itu menjadikan anggaran riset dengan besaran Rp24,9 triliun itu belum memberikan dampak besar bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristek-Dikti) terus berupaya menyusun regulasi yang memudahkan para peneliti berinovasi dan bersinergi dengan kalangan dunia industri. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) Mohammad Nasir mengemukakan anggaran riset yang digelontorkan dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mencapai Rp24,9 triliun. Jumlah itu, jika dipersentase, ialah 1,1% dari total APBN.

Dia mengemukakan hanya sebagian anggaran tersebut yang digunakan untuk riset murni, sisanya tidak. “Anggaran riset kita belum berdampak besar bagi kemajuan bangsa sebab dari Rp24,9 triliun hanya Rp10,9 triliun yang menghasilkan riset dan pengembangan,” kata M Nasir, beberapa saat lalu kepada wartawan. Nasir juga mengemukakan dirinyatelah  melapor kepada Presiden Joko Widodo yang menekankan bahwa anggaran riset tidak boleh lagi tercecer pada seluruh kementerian dan lembaga sehingga banyak riset yang tumpangtindih. Ke depan, kata dia, riset harusdiintegrasikan, yang disesuaikan  dengan Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) guna mewujudkan kemajuan bangsa. Menurutnya, RIRN merupakan pedoman dan peta jalan riset dan pengembangan iptek dan inovasi jangka menengah dan jangka panjang yang mengintegrasikan dan menyinergikan program riset setiap kementerian dan lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat, serta komunitas peneliti.

Era Industri 4.0
Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini mengingatkan kesiapan Indonesia memasuki era Industri 4.0 amat bergantung pada kemampuan sumber daya manusia dalam menguasai dan memanfaatkan iptek dan inovasi. “Untuk menata proses transformasi struktur ekonomi kita ke arah industri berteknologi tinggi hingga mencapai creative innovation, kunci utamanya ialah berinovasi,” tegasnya. Nasir menambahkan, sebagaimana negara-negara maju di dunia yang menata ekosistem inovasinya melalui visi perencanaan yang futuristik, strategi perekayasaan serta riset dan pengembangan yang terfokus, maka keberadaan Perpres Nomor 38 Tahun 2018 tentang RIRN menjadi sangat strategis karena RIRN dirancang secara holistik, lintas institusi, lintas ranah, dan berdasarkan fokus riset. Ia memaparkan fakta bahwa hingga saat ini pemanfaatan iptek dan inovasi bagi masyarakat, khususnya pelaku ekonomi dan industri, masih belum optimal. Untuk itu, lanjut Nasir, pemerintah terus mendorong sinergi antara institusi iptek dan pelaku industri sehingga iptek dan inovasi memberikan kontribusi maksimal. “Yang juga harus dibenahi ialah peningkatan kapasitas sumber daya manusia sebagai faktor kunci keberhasilan pendidikan, penelitian, dan pengembangan iptek dan inovasi,” pungkasnya.

Regulasi dan paten
Guna mendorong agar riset, ilmu pengetahuan, dan teknologi tidak berhenti pada produk invensi, tapi berujung pada produk inovasi, maka pemerintah telah menyiapkan para peneliti agar bisa mendapatkan hasil riset secara optimal. “Di antara regulasi yang telah kami perbaiki ialah tentang aturan yang mengubah aktivitas riset dari activity base menjadi output base,” ujarnya. Nasir mencontohkan pemerintah telah menyiapkan berbagai regulasi untuk mendukung penguatan dan percepatan pengembangan iptek dan inovasi. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106 Tahun 2017.

Selama ini, kata dia, para peneliti mengeluh dengan cara pandang pengelolaan riset sebagai activity base sehingga pertanggungjawaban administrasinya lebih rumit daripada risetnya itu sendiri. Dengan keluarnya Permenkeu tersebut, riset berbasis pada output atau hasil membuat peneliti kita menjadi lebih produktif. “Peneliti kita tidak lagi disulitkan dalam pertanggungjawaban keuangan sehingga mereka bisa fokus pada hasil,” cetusnya. Pemerintah menggratiskan biaya paten bagi peneliti selama lima tahun. Pemerintah berharap kebijakan ini akan meningkatkan jumlah paten di Indonesia. Pada bagian lain, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek- Dikti Muhammad Dimyati mengatakan pemerintah berusaha meningkatkan jumlah paten di Indonesia dengan cara membebaskan biaya pembuatan paten. Anggaran Riset belum Berdampak Dibutuhkan terobosan agar para peneliti berinovasi dan bersinergi dengan dunia industri. Dengan demikian, hasil-hasil riset dapat dinikmati kalangan lebih luas.

Dia menjelaskan, dulu untuk biaya paten dengan masa berlaku lima tahun itu berbayar, kini tidak lagi berbayar. “Kita mereform regulasi mendasar untuk mendorong peneliti melakukan revenue melalui daftar paten. Kalau dia paten, dia dapat untung dan institusi juga sehingga dia bersemangat, ternyata meneliti juga bisa dapat duit,” kata Dimyati seusai Forum Tematik Bakohumas Kemenristek-Dikti, Kebijakan dan Program Kemenristek- Dikti dalam Mendukung Penguatan Riset dan Inovasi, di Jakarta belum lama ini.

Dimyati menjelaskan, setelah gratis selama lima tahun, masa perlindungan paten dari tahun keenam itu hanya dibebankan 10% saja dari nilai paten. Dimyati mengutarakan, jumlah paten semakin meningkat. Dari hanya 2.700 paten kini sudah mencapai 4.300. Kemenristek-Dikti menargetkan hingga akhir tahun akan ada 5.200 paten yang didaftarkan. “Paten itu dalam satu judul publikasi bisa (didaftarkan) lebih dari satu. Misalnya publikasi handphone itu bisa paten aplikasi, paten bodi, paten layar, dan lainnya,” jelasnya. Selain menggratiskan biaya pemeliharan, pemerintah juga memberikan insentif pendaftaran paten bagi peneliti. Kata dia, insentif yang diberikan itu tergantung Kementerian Keuangan.

Ia menegaskan pemerintah berada dalam strategi memulihkan kepercayaan diri peneliti untuk lebih banyak lagi menghasilkan karya. Katanya, tren ke arah sana sudah terlihat meski naiknya masih di sisi jumlah, belum seiring dengan peningkatan kualitas. “Strategi berikutnya kita lakukan reformasi mendasar terkait dengan regulasi untuk mengubah mindset,” cetusnya.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya