Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Mendikbud: Sistem Zonasi Untuk Hilangkan Kastanisasi

Micom
13/7/2018 12:35
Mendikbud: Sistem Zonasi Untuk Hilangkan Kastanisasi
MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy(MI/Rommy Pujianto)

MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, menyampaikan penerapan sistem zonasi pada pendidikan sebagai upaya menghilangkan pola pikir kastanisasi dan favoritisme terhadap salah satu sekolah. Selain itu juga menjadi satu strategi pemerataan yang tidak hanya menyasar akses layanan pendidikan tetapi juga kualitas pendidikan.

"Tidak boleh ada favoritisme. Pola pikir kastanisasi dan favoritisme dalam pendidikan semacam itu harus kita ubah. Seleksi dalam zonasi boleh hanya untuk penempatan (placement)", ujar Muhadjir di depan Kepala Dinas Pendidikan yang mengikuti sosialisasi peraturan bidang pendidikan dasar dan menengah, di Jakarta, Rabu (30/5).

Meskipun kewenangan pendidikan dasar dan pendidikan menengah telah dibagi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, diharapkan kerja sama antar pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi tidak dibatasi oleh sekat-sekat birokrasi. Guru Besar Universitas Negeri Malang, ini juga berpesan kepada jajarannya yang berada di daerah untuk memperkuat kerja sama dengan dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota di wilayah tugasnya.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018 yang menggantikan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Tidak banyak perubahan dalam peraturan pengganti, fokus kebijakan pada implementasi sistem zonasi.

Hal itu diatur dalam pasal 16 yang menyebutkan sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.

Adapun radius zona terdekat ditetapkan pemerintah daerah sesuai dengan kondisi ketersediaan anak usia sekolah di daerah tersebut. Begitu juga dengan jumlah ketersediaan daya tampung dalam rombongan belajar pada masing-masing sekolah.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen), Hamid Muhammad, mengatakan sistem zonasi telah diimplementasikan secara bertahap sejak tahun 2016.

Diawali dengan penggunaan zona untuk penyelenggaraan ujian nasional, kemudian di tahun 2017 untuk pertama kali digunakan dalam PPDB, dan di tahun 2018 ini semakin disempurnakan. Dalam penerapan tahun ini akan dilakukan penyesuaian jumlah rombongan belajar, jumlah siswa dalam rombel, sehingga dapat dicari solusi permasalahan yang terjadi dalam implementasi PPDB berbasis zonasi pada tahun lalu.

"Pemanfaatan zonasi akan diperluas untuk pemenuhan sarana prasarana, redistribusi dan pembinaan guru, serta pembinaan kesiswaan. Ke depan, sistem zonasi bukan hanya untuk UN dan PPDB, tetapi menyeluruh untuk mengoptimalkan potensi pendidikan dasar dan menengah," lapor Dirjen Hamid.

Peran Masyarakat Memajukan Pendidikan
Selain menjelaskan ihwal kebijakan zonasi, Mendikbud juga meminta penguatan peran serta masyarakat dalam pendidikan melalui Komite Sekolah. Pun dengan mendapatkan sumber pendanaan alternatif dengan cara yang baik, transparan, juga akuntabel, misalnya dari sumbangan alumni.

"Intinya perlu adanya keterlibatan banyak pihak dalam mendukung sekolah. Lalu bagaimana cara menggali dan memanfaatkan berbagai sumber daya di lingkungan sekitar untuk memajukan sekolah," imbuhnya.

Kemendikbud bekerja sama dengan tim saber pungli (sapu bersih pungutan liar) menyosialisasikan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

"Kalau ada keraguan, lapor saja. Kita tugaskan Itjen untuk mendampingi," tuturnya.

Penggunaan anggaran untuk fungsi pendidikan pun tak luput dari perhatiannya. Ia berharap pemerintah daerah bisa mengalokasikan 20% APBD untuk fungsi pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi.

"Kami mohon kepala dinas dapat memperjuangkan guru-guru honorer agar mendapatkan gaji minimal sebesar upah minimum regional. Itu kan bisa dianggarkan di APBD."(RO/OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya