Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PUTRI Jay Subiyakto, Kaja Anjali memang masih muda. Masih sekitar 6 tahun. Namun, Jay tidak mengizinkan anaknya untuk terjun ke dunia politik. "Kalau masuk partai tidak disetujui, tapi kalau dia mau belajar politik, menulis tentang politik, itu iya. Tapi, kalau dia terjun ke politik, saya tidak setuju," ujar Jay kepada Media Indonesia saat berkunjung ke kediamannya di Jakarta, Jumat (10/2). Jay melarang putrinya terjun ke dunia politik karena ia menilai politik itu sama dengan kekuasaan. Kekuasaan, lanjutnya, membuat orang berpikir untuk berkuasa lebih lama, bagaimana menguasai ekonomi suatu negara untuk kepentingan partainya, kelompoknya.
"Ini yang terjadi bahkan di negara maju sekali pun. Tapi, kalau dia belajar politik terus terjun untuk memberdayakan masyarakat supaya cerdas dan tahu politik, tapi tidak terjun ke politik, dan bagaimana caranya kita hidup di negara yang sejahtera dan politiknya tidak politik kekuasaan," ungkap Jay. Meski begitu, secara perlahan Jay memperkenalkan politik kepada putrinya. Caranya dengan mengajak sang buah hati keliling kota di Indonesia dan luar negeri. "Saya terangkan kenapa kota ini begini, kenapa di Indonesia Timur kotanya seperti ini. Sebenarnya kemajuan itu bukan dilihat dari pembangunan atau banyaknya gedung atau mal, tapi dilihat dari bagaimana mereka mengembangkan kebudayaan, pikiran mereka di tempat masing-masing," ujarnya. Sehingga Papua akan berbeda dengan NTT dan Jakarta. Jangan selalu menjadikan Jakarta sebagai barometer kemajuan suatu daerah.
"Jakarta itu kota pelabuhan dan ibukota negara yang seharusnya lain. Begitu kita ke Pontianak seharusnya lain, ke Merauke seharusnya lain. Itu yang saya beri tahu ke dia (anak), dan itu tadi yang saya bilang bahwa keseimbangan itu tercipta kalau ada keberagaman, bukan semua harus jadi sama," paparnya. Meski begitu, Jay tidak menampik politik. Menurutnya politik harus ada. Masih banyak politikus baik di Indonesia yang perlu mendapatkan dukungan masyarakat. "Kita dulu punya Bung Hatta, Syahrir, Bung Karno, sebenarnya ada tapi ketika sudah masuk ke rezim Orba sampai sekarang, kita diberi contoh politik yang sangat kotor dan sama sekali tidak punya etika politik yang santun, itu yang dilupakan yang sebenarnya para founding fathers kita sudah mencontohkan," ungkapnya. Namun, Jay menyayangkan masyarakat yang cepat lupa sejarah dan malas membaca. Kebanyakan memilih mencari pengetahuan dari media sosial.
"Pengetahuan hanya dicari di sosial media, di mana (informasinya) pendek-pendek dan di sosial media yang dibuka bukan web yang menceritakan tentang pengetahuan, tetapi tentang haters dan itu yang saya sayangkan. Teknologi bisa dibilang pedang bermata dua, negatif dan positif," ungkapnya. Riz/M-4
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved